Sunday 24 March 2013

Puisi 24: Duhai suamiku...

layari juga peraturan-menonton-tv-untuk-anak-anak
                  bagaimana-untuk-sembuh-dari-perkataan yang menyakitkan
                  bagaimana-menunjukkan-rasa-cinta-kepada-keluarga
  



Duhai suamiku...

Kadangkala mungkin tergambar di benak fikiranmu, bahawa engkau telah salah ketika memilih diriku menjadi pasanganmu. Kadang kala ia mengganggu dalam pergaulan sehari-harimu denganku, terkadang ku takut perasaan cintamu berubah menjadi benci, limpahan kasih sayangmu menjelma menjadi kemarahan, dan ketenangan pun berubah menjadi ketegangan.


Suamiku.....

Di saat engkau masih sibuk dengan pekerjaan yang tak kunjung selesai, tak jarang aku kau abaikan. Waktu di rumah pun, kadang ku ikhlaskan demi masa depanmu. Bukankah engkau tahu aku pun perlu perhatian darimu. Terkadang ku cari perhatian itu, namun terlihat salah dipandanganmu. Kalaulah itu terlihat salah, semoga engkau boleh melihat kebaikanku yang lain. Bukankah Allah SWT yang mempertemukan dan menyatukan hati kita berpesan,

"Dan pergaulilah mereka (isterimu) dengan baik. Kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) kenana mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak." [QS: An Nisa' 19].

RasulullahShallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang kita cintai pun berpesan,

 "Sempurnanya iman seseorang mukmin adalah mereka yang baik akhlaknya, dan yang terbaik (pergaulannya) dengan
isteri-isteri mereka." Jika engkau melihat kekurangan pada diriku, ingatlah kembali pesan beliau, Jangan membenci seorang mukmin (laki-laki) pada mukminat (perempuan) jika ia tidak suka suatu kelakuannya pasti ada juga kelakuan lainnya yang ia sukai. (HR. Muslim)

Sedarkah engkau bahwa tiada manusia di dunia ini yang sempurna segalanya? Bukankah engkau tahu bahwa hanyalah Alllah yang Maha Sempurna. Tidaklah sepatutnya bila kau hanya menghitung-hitung kekurangan pasangan hidupmu, sedangkan engkau sendiri tak pernah sekalipun menghitung kekurangan dan kesalahanmu. Janganlah engkau
mencari-cari selalu kesalahanku, padahal aku telah taat kepadamu.

Saat diriku rela pergi bersama dirimu,
kutinggalkan orangtua dan sanak saudaraku, ku ingin engkaulah yang
mengisi kekosongan hatiku. Naungilah diriku dengan kasih sayang, dan senyuman darimu. Ku ingat pula saat aku ragu memilih siapa pendampingku, ketakwaan yang terlihat dalam keseharianmu-lah yang mempesona diriku. Bukankah sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Ali bin Abi Tholib saat ditanya oleh seorang, "Sesungguhnya aku mempunyai seorang anak perempuan, dengan siapakah sepatutnya aku nikahkan dia?" Ali r.a. pun menjawab, "Kahwinkanlah dia dengan lelaki yang bertakwa kepada Allah, sebab jika lelaki itu mencintainya maka dia akan memuliakannya, dan jika ia tidak menyukainya maka dia tidak akan
menzaliminya." Ku harap engkaulah lelaki itu, duhai suamiku.

Saat terjadi kesalahan yang tak sengaja ku lakukan, mungkin saat itu engkau mendambakan diriku sebagai
isteri tanpa kekurangan dan kelemahan, sedarlah, sesungguhnya keegoan telah menguasai dirimu. Perbaikilah kekurangan diriku dengan lemah lembut, janganlah kasar terhadapku. Bukankah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah mengajarkan kepada dirimu, saat Muawiyyah bin Ubaidah bertanya kepada beliau tentang tanggungjawab suami terhadap isteri, beliaupun menjawab, "Dia memberinya makan ketika ia makan, dan memberinya pakaian ketika dia berpakaian." Janganlah engkau keras terhadapku, karena Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pun tak pernah berbuat kasar terhadap
isteri-isterinya.

Duhai Suamiku...

Tahukah engkau anugerah yang akan engkau terima dari Allah di akhirat kelak? Tahukah engkau pula balasan yang akan dianugerahkan kepada suami-suami yang berlaku baik terhadap istri-istri mereka? Renungkanlah bahwa,

 "Mereka yang berlaku adil, kelak di hari kiamat akan bertakhta di singgasana yang diperbuat dari cahaya. Mereka adalah orang yang berlaku adil ketika menghukum, dan adil terhadap istri-istri mereka serta orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya."
[HRMuslim].

Kudoakan bahwa engkaulah yang kelak salah satu yang menempati
singgasana tersebut, dan aku adalah permaisuri di istanamu.

Jika engkau ada waktu ajarkanlah diriku dengan ilmu yang telah Allah berikan kepadamu. Apabila engkau sibuk, maka biarkan aku menuntut ilmu, namun tak akan kulupakan tanggungjawabku, sehingga kelak diriku dapat menjadi sekolah buat putra-putrimu. Bukankah seorang ibu adalah madrasah ilmu pertama buat putra-putrinya? Semoga engkau selalu mendampingiku dalam mendidik putra-putri kita dan bertakwa kepada Allah.

No comments:

Post a Comment