Friday 5 April 2013

Hijrah: Menundukkan Pandangan, Menjaga Hati


 layari juga:  kerjaya-sebagai-pendidik
                     9-ciri-ciri-pendidik-yang-hebat
                     ciri2-yang-baik-sebagai-pendidik
                      kisah-pemimpin-islam-zainab-al-ghazali
http://www.oocities.org/hijrah_web


Hukum dasar syariat dalam memandang sesuatu atau seseorang yang dapat menimbulkan syahwat adalah haram. Kecuali jika hal itu dilakukan untuk suatu keperluan darurat yang dibenarkan syariat.
Allah berfirman :
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.' Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya". (Q.S. An Nuur : 30-31).
Ini adalah perintah dari Allah bagi hamba-hamba yang beriman. Yaitu agar mereka menundukkan pandangan mereka dari melihat yang diharamkan. Jika kebetulan pandangan matanya melihat kepada yang diharamkan, maka hendaknya ia segera mengalihkan pandangannya.
Nabi bersabda kepada Ali bin Abi Thalib,
"Hai Ali, janganlah engkau ulangi pandangan yang pertama. Karena pandangan yang pertama dimaafkan, sedangkan pandangan yang kedua dilarang."

Pandangan mata bisa memberi pengaruh ke dalam hati. Jika pemilik mata segera bertindak tegas setelah pandangan yang pertama dengan tidak mengulanginya, maka mudah baginya untuk mengekang hatinya. Sedangkan jika ia mengulangi pandangannya, sehingga ia menangkap gambaran yang indah dan melukiskannya dalam hatinya yang kosong serta tercetak disitu, maka terbentuklah rasa cinta. Setiap kali pandangan itu diulang-ulang, maka ia menjadi seperti air yang mengairi pohon. Sehingga pohon cinta itu terus berkembang dan membesar, yang akhirnya merusak hati dan melalaikannya dari memikirkan tugas-tugas yang seharusnya ia jalankan. Lalu mengantarkan pemilik hati yang seperti itu kepada kesulitan dan bencana, dan menjerumuskannya untuk melakukan perbuatan perbuatan terlarang dan tercela. Juga akan membinasakan hatinya.
Penyebab hal itu adalah karena orang yang melihat itu matanya merasa nikmat memandang pada pertama kalinya, sehingga ia menuntut untuk melihat lagi. Seandainya ia menundukkan pandangannya pada kali pertama, niscaya hatinya tak akan terganggu dan menjadi aman.
Hikmah pengharaman memandang adalah karena perbuatan itu mendorong kepada rusaknya hati. Juga mendorong orang untuk memikirkan dan mengangankannya. Angan-angan itu dapat mendorong seseorang untuk mengambil langkah ke jalan yang haram. Karena itu Allah memerintahkan untuk menjaga kemaluan, juga memerintahkan untuk menjaga pandangan mata yang merupakan faktor pendorong ke arah itu.
Rasulullah SAW menetapkan bahwa
"Zinanya mata adalah memandang (hal yang diharamkan)", kemudian
"Hawa nafsu selalu berkhayal dan berkeinginan, dan kemaluan akan membenarkannya (dengan menuruti nafsu itu) atau mendustakannya (dengan tidak menuruti)".
Maka pengharaman memandang itu adalah sebagai salah satu langkah sebagai 'tindakan pencegahan atas perbuatan dosa'.
Nabi SAW bersabda,
"Pandangan mata adalah panah beracun dari iblis. Siapa yang meninggalkannya karena takut kepada Allah, maka Allah akan memberikannya keimanan yang dirasakan kenikmatannya dalam hati." (HR. Hakim, Thabrani, dan Baihaqi)
Manis dan lezatnya keimanan yang diperoleh itu lebih nikmat dan lebih baik dari objek pandangan mata yang dihindari untuk dilihat, yang dilakukan demi mencapai keridhaan Allah. Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan memberikannya ganti yang lebih baik.
Nabi SAW bersabda,
"Semua mata pada hari kiamat menangis, kecuali mata yang menahan pandangannya dari hal-hal yang diharamkan Allah, mata yang begadang di jalan Allah, dan mata yang darinya keluar (air mata) seperti kepala lalat karena takut kepada Allah".
Faedah menundukkan pandangan:
-
Sebagai jalan untuk menjaga hati.

Hasil pandangan yang diterima hati dapat membuat hati menjadi sibuk memikirkannya sehingga melupakan tugas-tugas yang seharusnya. Lebih berbahaya lagi jika kemudian hati mengangan-angankannya dan menginginkannya yang lebih jauh lagi bisa mendorong untuk melakukan perbuatan dosa.
-
Menutup pintu fitnah.

Mata adalah cermin hati. Maka jika seseorang menundukkan pandangannya, niscaya hatinya akan menundukkan nafsunya. Sebaliknya jika dia membebaskan pandangan matanya, niscaya hatinya akan membebaskan syahwatnya.
-
Membebaskan hati dari penyesalan.

Orang yang membebaskan pandangan matanya akan merasakan penyesalan. Karena mata memperlihatkan kepada hati apa yang tidak dapat ia raih dan tidak dapat ia tahan. Hal itu adalah kepedihan yang paling besar. Dengan menundukkan mata kepedihan dan penyesalan itu tidak akan terjadi, selain itu juga mewariskan cahaya dan kecerahan yang tampak di mata, wajah dan tubuh.
-
Membukakan jalan dan pintu-pintu ilmu pengetahuan.

Menundukkan pandangan akan akan menimbulkan cahaya hati. Jika hati telah tercerahkan maka terbukalah jalan dan pintu pengetahuan dengan cepat. Sementara mereka yang membebaskan pandangannya, hatinya akan keruh dan menggelap karena disibukkan oleh pandangan dan angan-angan, sehingga tertutup pintu pengetahuan.
-
Memberikan kebahagiaan dan kegembiraan yang lebih besar ke dalam hati dibandingkan dengan kenikmatan melihat.
Hal itu merupakan balasan atas usahanya untuk mengalahkan musuhnya, menahan syahwatnya, dan menundukkannya atas dirinya. Karena ketika is menghindari kelezatan memandang dan menahan syahwatnya dengan tujuan mencari ridha Allah, maka Allah akan menggantikannya dengan kebahagiaan dan kelezatan yang lebih sempurna dari itu.
-
Membebaskan hati dari tawanan syahwat, hawa nafsu, dan kelalaian.

Orang yang menahan pandangan matanya tidak akan lalai dari mengingat Allah dan kehidupan akhirat. Sehingga ia tidak jatuh dalam mabuk cinta dan hawa nafsu.
-
Menutup satu pintu neraka bagi pelakunya.

Karena memandang adalah pintu nafsu yang dapat mendorong seseorang melakukan perbuatan haram.
Melihat hal-hal yang diharamkan oleh agama merupakan cobaan yang sangat besar dan sangat berbahaya bagi iman kita. Bahkan ia merupakan sumber malapetaka. Melihat hal-hal tersebut merupakan indikasi keinginan gejolak nafsu. Apabila keinginan ini menjadi kuat, maka berubah menjadi tekad dan diakhiri dengan perbuatan dan tindakan. Rentetan proses ini pasti terjadi apabila tidak ada hal-hal yang menghentikannya. Oleh karena itu dikatakan bahwa "sabar dalam menundukkan pandangan mata sebenarnya lebih mudah dan lebih ringan dibanding sabar merasakan pesakitan setelahnya".

Sumber :
Abdul Aziz Al-Ghazuli, "Ghadhdhul Bashar", Daarul Manaar il-Haditsiyyah. Terjemahan bahasa Indonesia oleh Abdul Hayyie al-Kattani, Arif Chasanul Muna, (2003) "Menahan Pandangan Menjaga Hati", Gema Insani Press.

No comments:

Post a Comment