Showing posts with label celik islam. Show all posts
Showing posts with label celik islam. Show all posts

Wednesday, 20 November 2013

Nasehat Untuk Remaja Muslim

http://kebunhidayah.wordpress.com/2011/01



 

Kami persembahkan nasehat ini untuk saudara-saudara kami terkhusus para pemuda dan remaja muslim. Mudah-mudahan nasehat ini dapat membuka mata hati mereka sehingga mereka lebih tahu tentang siapa dirinya sebenarnya, apa kewajiban yang harus mereka tunaikan sebagai seorang muslim, agar mereka merasa bahwa masa muda ini tidak sepantasnya untuk diisi dengan perkara yang bisa melalaikan mereka dari mengingat Allah subhanahu wata’ala sebagai penciptanya, agar mereka tidak terus-menerus bergelimang ke dalam kehidupan dunia yang fana dan lupa akan negeri akhirat yang kekal abadi.

Wahai para pemuda muslim, tidakkah kalian menginginkan kehidupan yang bahagia selamanya? Tidakkah kalian menginginkan jannah (surga) Allah subhanahu wata’ala yang luasnya seluas langit dan bumi?

Ketahuilah, jannah Allah subhanahu wata’ala itu diraih dengan usaha yang sungguh-sungguh dalam beramal. Jannah itu disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa yang mereka tahu bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, mereka merasa bahwa gemerlapnya kehidupan dunia ini akan menipu umat manusia dan menyeret mereka kepada kehidupan yang sengsara di negeri akhirat selamanya.

Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya) :

“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Ali ‘Imran: 185)

 

Untuk Apa Kita Hidup di Dunia?

Wahai para pemuda, ketahuilah, sungguh Allah subhanahu wata’ala telah menciptakan kita bukan tanpa adanya tujuan. Bukan pula memberikan kita kesempatan untuk bersenang-senang saja, tetapi untuk meraih sebuah tujuan mulia. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya) :

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat: 56)

Beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Itulah tugas utama yang harus dijalankan oleh setiap hamba Allah.

Dalam beribadah, kita dituntut untuk ikhlas dalam menjalankannya. Yaitu dengan beribadah semata-mata hanya mengharapkan ridha dan pahala dari Allah subhanahu wata’ala. Jangan beribadah karena terpaksa, atau karena gengsi terhadap orang-orang di sekitar kita. Apalagi beribadah dalam rangka agar dikatakan bahwa kita adalah orang-orang yang alim, kita adalah orang-orang shalih atau bentuk pujian dan sanjungan yang lain.

 

Umurmu Tidak Akan Lama Lagi

Wahai para pemuda, jangan sekali-kali terlintas di benak kalian: beribadah nanti saja kalau sudah tua, atau mumpung masih muda, gunakan untuk foya-foya. Ketahuilah, itu semua merupakan rayuan setan yang mengajak kita untuk menjadi teman mereka di An Nar (neraka).

Tahukah kalian, kapan kalian akan dipanggil oleh Allah subhanahu wata’ala, berapa lama lagi kalian akan hidup di dunia ini? Jawabannya adalah sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala (artinya):

“Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan dilakukannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)

Wahai para pemuda, bertaqwalah kalian kepada Allah subhanahu wata’ala. Mungkin hari ini kalian sedang berada di tengah-tengah orang-orang yang sedang tertawa, berpesta, dan hura-hura menyambut tahun baru dengan berbagai bentuk maksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, tetapi keesokan harinya kalian sudah berada di tengah-tengah orang-orang yang sedang menangis menyaksikan jasad-jasad kalian dimasukkan ke liang lahad (kubur) yang sempit dan menyesakkan.

Betapa celaka dan ruginya kita, apabila kita belum sempat beramal shalih. Padahal, pada saat itu amalan diri kita sajalah yang akan menjadi pendamping kita ketika menghadap Allah subhanahu wata’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Yang mengiringi jenazah itu ada tiga: keluarganya, hartanya, dan amalannya. Dua dari tiga hal tersebut akan kembali dan tinggal satu saja (yang mengiringinya), keluarga dan hartanya akan kembali, dan tinggal amalannya (yang akan mengiringinya).” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Wahai para pemuda, takutlah kalian kepada adzab Allah subhanahu wata’ala. Sudah siapkah kalian dengan timbangan amal yang pasti akan kalian hadapi nanti. Sudah cukupkah amal yang kalian lakukan selama ini untuk menambah berat timbangan amal kebaikan.

Betapa sengsaranya kita, ketika ternyata bobot timbangan kebaikan kita lebih ringan daripada timbangan kejelekan. Ingatlah akan firman Allah subhanahu wata’ala (artinya) :

“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (Al Qari’ah: 6-11)

 

Bersegeralah dalam Beramal

Wahai para pemuda, bersegeralah untuk beramal kebajikan, dirikanlah shalat dengan sungguh-sungguh, ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena shalat adalah yang pertama kali akan dihisab nanti pada hari kiamat, sebagaimana sabdanya:

“Sesungguhnya amalan yang pertama kali manusia dihisab dengannya di hari kiamat adalah shalat.” (HR. At Tirmidzi, An Nasa`i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad. Lafazh hadits riwayat Abu Dawud no.733)

Bagi laki-laki, hendaknya dengan berjama’ah di masjid. Banyaklah berdzikir dan mengingat Allah subhanahu wata’ala. Bacalah Al Qur’an, karena sesungguhnya ia akan memberikan syafaat bagi pembacanya pada hari kiamat nanti.

Banyaklah bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala. Betapa banyak dosa dan kemaksiatan yang telah kalian lakukan selama ini. Mudah-mudahan dengan bertaubat, Allah subhanahu wata’ala akan mengampuni dosa-dosa kalian dan memberi pahala yang dengannya kalian akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Wahai para pemuda, banyak-banyaklah beramal shalih, pasti Allah subhanahu wata’ala akan memberi kalian kehidupan yang bahagia, dunia dan akhirat. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya) :

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (An Nahl: 97)

 

Engkau Habiskan untuk Apa Masa Mudamu?

Pertanyaan inilah yang akan diajukan kepada setiap hamba Allah subhanahu wata’ala pada hari kiamat nanti. Sebagaimana yang diberitakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam salah satu haditsnya:

“Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) pada hari kiamat nanti di hadapan Rabbnya sampai ditanya tentang lima perkara: umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya untuk apa dihabiskan, hartanya dari mana dia dapatkan dan dibelanjakan untuk apa harta tersebut, dan sudahkah beramal terhadap ilmu yang telah ia ketahui.” (HR. At Tirmidzi no. 2340)

Sekarang cobalah mengoreksi diri kalian sendiri, sudahkah kalian mengisi masa muda kalian untuk hal-hal yang bermanfaat yang mendatangkan keridhaan Allah subhanahu wata’ala? Ataukah kalian isi masa muda kalian dengan perbuatan maksiat yang mendatangkan kemurkaan-Nya?

Kalau kalian masih saja mengisi waktu muda kalian untuk bersenang-senang dan lupa kepada Allah subhanahu wata’ala, maka jawaban apa yang bisa kalian ucapkan di hadapan Allah subhanahu wata’ala Sang Penguasa Hari Pembalasan? Tidakkah kalian takut akan ancaman Allah subhanahu wata’ala terhadap orang yang banyak berbuat dosa dan maksiat? Padahal Allah subhanahu wata’ala telah mengancam pelaku kejahatan dalam firman-Nya (artinya):

“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.” (An Nisa’: 123)

Bukanlah masa tua yang akan ditanyakan oleh Allah subhanahu wata’ala. Oleh karena itu, pergunakanlah kesempatan di masa muda kalian ini untuk kebaikan.

Ingat-ingatlah selalu bahwa setiap amal yang kalian lakukan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah subhanahu wata’ala.

 

Jauhi Perbuatan Maksiat

Apa yang menyebabkan Adam dan Hawwa dikeluarkan dari Al Jannah (surga)? Tidak lain adalah kemaksiatan mereka berdua kepada Allah subhanahu wata’ala. Mereka melanggar larangan Allah subhanahu wata’ala karena mendekati sebuah pohon di Al Jannah, mereka terbujuk oleh rayuan iblis yang mengajak mereka untuk bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala.

Wahai para pemuda, senantiasa iblis, setan, dan bala tentaranya berupaya untuk mengajak umat manusia seluruhnya agar mereka bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, mereka mengajak umat manusia seluruhnya untuk menjadi temannya di neraka. Sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala jelaskan dalam firman-Nya (yang artinya):

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6)

Setiap amalan kejelekan dan maksiat yang engkau lakukan, walaupun kecil pasti akan dicatat dan diperhitungkan di sisi Allah subhanahu wata’ala. Pasti engkau akan melihat akibat buruk dari apa yang telah engkau lakukan itu. Allah subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya):

“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apapun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Az Zalzalah: 8)

Setan juga menghendaki dengan kemaksiatan ini, umat manusia menjadi terpecah belah dan saling bermusuhan. Jangan dikira bahwa ketika engkau bersama teman-temanmu melakukan kemaksiatan kepada Allah subhanahu wata’ala, itu merupakan wujud solidaritas dan kekompakan di antara kalian. Sekali-kali tidak, justru cepat atau lambat, teman yang engkau cintai menjadi musuh yang paling engkau benci. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya) :

“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu karena (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al Maidah: 91)

Demikianlah setan menjadikan perbuatan maksiat yang dilakukan manusia sebagai sarana untuk memecah belah dan menimbulkan permusuhan di antara mereka.

 

Ibadah yang Benar Dibangun di atas Ilmu

Wahai para pemuda, setelah kalian mengetahui bahwa tugas utama kalian hidup di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala semata, maka sekarang ketahuilah bahwa Allah subhanahu wata’ala hanya menerima amalan ibadah yang dikerjakan dengan benar. Untuk itulah wajib atas kalian untuk belajar dan menuntut ilmu agama, mengenal Allah subhanahu wata’ala, mengenal Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, dan mengenal agama Islam ini, mengenal mana yang halal dan mana yang haram, mana yang haq (benar) dan mana yang bathil (salah), serta mana yang sunnah dan mana yang bid’ah.

Dengan ilmu agama, kalian akan terbimbing dalam beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala, sehingga ibadah yang kalian lakukan benar-benar diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala. Betapa banyak orang yang beramal kebajikan tetapi ternyata amalannya tidak diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala, karena amalannya tidak dibangun di atas ilmu agama yang benar.

Oleh karena itu, wahai para pemuda muslim, pada kesempatan ini, kami juga menasehatkan kepada kalian untuk banyak mempelajari ilmu agama, duduk di majelis-majelis ilmu, mendengarkan Al Qur’an dan hadits serta nasehat dan penjelasan para ulama. Jangan sibukkan diri kalian dengan hal-hal yang kurang bermanfaat bagi diri kalian, terlebih lagi hal-hal yang mendatangkan murka Allah subhanahu wata’ala.

Ketahuilah, menuntut ilmu agama merupakan kewajiban bagi setiap muslim, maka barangsiapa yang meninggalkannya dia akan mendapatkan dosa, dan setiap dosa pasti akan menyebabkan kecelakaan bagi pelakunya.

“Menuntut ilmu agama itu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah no.224)

 

Akhir Kata

Semoga nasehat yang sedikit ini bisa memberikan manfaat yang banyak kepada kita semua. Sesungguhnya nasehat itu merupakan perkara yang sangat penting dalam agama ini, bahkan saling memberikan nasehat merupakan salah satu sifat orang-orang yang dijauhkan dari kerugian, sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala firmankan dalam surat Al ‘Ashr (artinya):

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat- menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3)

Wallahu ta‘ala a’lam bishshowab.


Sumber: Buletin Al-Ilmu, Penerbit Yayasan As-Salafy Jember
http://www.assalafy.org/mahad/?p=418

Cara Mendidik Anak Perempuan dalam Agama Islam

http://kebunhidayah.wordpress.com/2012/09


Memiliki anak-anak perempuan bukanlah sebuah kekurangan bagi seseorang. Bisa jadi, ia justru menjadi anugerah yang amat indah baginya, manakala dia bisa menunaikan segala kewajiban memelihara dan mendidik mereka.
Bagi orang tua yang dianugerahi anak-anak perempuan, pemberian Allah subhanahu wata’ala ini sebenarnya merupakan karunia yang amat besar dari-Nya. Dia bisa berharap janji Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam:
“Barang siapa yang memelihara dua anak perempuan hingga dewasa, dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan aku dan dia (seperti ini).” Beliau menggabungkan jari-jemarinya. (HR. Muslim no. 2631)
Juga pada janji Beliau shalallahu ‘alaihi wassalam yang lainnya:
“Barang siapa diuji dengan sesuatu dari anak-anak perempuannya, lalu dia berbuat baik kepada mereka, kelak mereka akan menjadi penghalang dari api neraka.” (HR. al-Bukhari no. 1418 dan Muslim no. 2629)

Kita juga mengingat penuturan ‘Aisyah radhiyallahu anha tentang seorang wanita miskin yang datang kepadanya. ‘Aisyah radhiyallahu anha mengisahkan:
“Seorang wanita miskin datang kepadaku membawa dua orang anak perempuannya. Kuberikan kepadanya tiga butir kurma. Ia lalu memberikan kepada setiap anaknya sebutir kurma. Sebutir yang lain ia angkat ke mulutnya untuk dia makan. Namun, kedua anak perempuannya meminta kurma itu. Lantas dibaginya kurma yang hendak dia makan itu untuk kedua anaknya. Aku pun merasa kagum terhadap perbuatannya, lalu kuceritakan apa yang dilakukannya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Beliau pun berkata, ‘Sesungguhnya Allah telah menetapkan baginya surga dengan kurma yang diberikannya itu dan membebaskannya dari neraka’.” (HR. Muslim no. 2630)
Begitu pun kalau kita cermati, pendidikan terhadap anak perempuan memiliki peran yang amat strategis. Tentu saja, karena hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kondisi masyarakat dan generasinya kelak. Bagaimana tidak! Seorang anak perempuan akan menjadi seorang istri bagi suaminya, akan menjadi ibu dan pendidik bagi anak-anaknya. Selain itu, dia akan mengemban berbagai tugas lain yang telah menanti.
Jika dia baik, dia akan menunaikan berbagai perannya ini dengan baik. Dia akan berkhidmah di balik kesibukan suaminya dengan sebaik-baiknya serta memberikan dorongan dan pengaruh yang baik bagi sang suami. Dia akan memelihara serta menjaga fisik dan psikis anak-anaknya yang kelak akan menjadi generasi pengganti, juga mengajari mereka dengan berbagai hal yang positif. Dia juga akan menjaga kehormatan diri dan keluarganya. Selanjutnya, dia pun mengerti tanggung jawab dan amanat yang harus dia tunaikan dalam setiap tugas yang diembannya. Dengan demikian, baiklah masyarakatnya—insya Allah.
Sebaliknya, anak perempuan yang tak terdidik dengan baik tidak akan bisa membantu dan mendukung kebaikan suaminya. Anak-anaknya pun telantar, tidak terurus karena dia tidak mengerti hak anak-anaknya. Tingkah laku anak-anaknya pun akan jauh dari sebutan beradab. Lebih-lebih lagi, dia akan menjadi sumber kerusakan yang bisa menghancurkan tatanan masyarakat.
Tentu kita tidak ingin memiliki anak perempuan sebagaimana gambaran terakhir ini. Kita mohon keselamatan kepada Allah subhanahu wata’ala….
Kalau begitu, kita perlu menelisik seluk-beluk mendidik anak perempuan ini—dengan terus memohon pertolongan dan kemudahan dari Allah subhanahu wata’ala—untuk mewujudkan impian dan harapan kita.
Mengajarkan Agama kepada Mereka
Bekal yang paling berharga bagi anak-anak, termasuk anak perempuan, adalah agama. Bahkan, seorang wanita dipilih karena agamanya, sebagaimana anjuran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam:
“Wanita itu dinikahi karena empat hal: bisa jadi karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka dari itu, pilihlah wanita yang baik agamanya. Jika tidak, engkau akan celaka.” (HR. al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 3620)
Menanamkan agama kepada anak-anak tentu saja harus bertahap. Pada tahap awal, saat anak-anak mulai mengerti pembicaraan, kita bisa mengenalkan mereka pada Rabbnya. Kita tuntun mereka menunjuk ke langit sambil kita katakan, “Allah.” (Nashihati lin Nisa’, hlm. 65)
Ketika tiba saat anak dapat berbicara, mereka dituntun untuk mengucapkan kalimat tauhid:
“Jadikanlah yang pertama kali mengetuk pendengarannya adalah pengenalan kepada Allah subhanahu wata’ala, pengesaan-Nya, dan bahwa Allah subhanahu wata’ala di atas ‘Arsy-Nya, Allah subhanahu wata’ala melihat dan mendengar segala ucapan mereka, Dia selalu bersama mereka di mana pun berada. (Tuhfatul Maudud, hlm. 195)
Saat berusia sekitar satu setengah tahun, ketika mereka mulai belajar bicara, kita tuntunkan mereka untuk mengucapkan basmalah sebelum makan dan minum. Kita biasakan sampai mereka terbiasa mengucapkannya sendiri setiap hendak makan dan minum. (Nashihati lin Nisaa’, hlm. 65)
Ini sebagaimana halnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam mengajarkan basmalah kepada ‘Umar bin Abi Salamah yang berada dalam asuhan beliau:
“Nak, ucapkan bismillah. Makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang dekat denganmu!” (HR. al-Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022)
Ketika mereka mulai bisa memahami, kita ajari mereka rukun Islam, rukun iman, dan rukun ihsan. Pengajaran tentang hal ini tidak bisa dibatasi mulai usia tertentu, tergantung kemampuan pemahaman dan bicara anak.
Ajari serta biasakan mereka untuk berwudhu dan shalat saat berusia tujuh tahun. Pukullah mereka jika meninggalkan shalat pada usia sepuluh tahun. Pada usia ini pula, pisahkan tempat tidur antara anak laki-laki dan anak perempuan. Demikian yang diperintahkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam kepada setiap orang tua dalam sabda beliau:
“Perintahlah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka jika enggan melakukannya pada usia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Ahmad dan dikatakan oleh asy-Syaikh al-Albani t dalam Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no. 5744, “Hadits ini hasan.”)
Jika mereka telah mampu, kita latih mereka untuk berpuasa agar terbiasa kelak ketika dewasa. Hal seperti ini telah dilakukan oleh para ibu dari kalangan shahabiyah, sebagaimana yang dituturkan oleh ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz x:
“Kami menyuruh puasa anak-anak kami. Kami buatkan untuk mereka mainan dari perca. Jika mereka menangis karena lapar, kami berikan mainan itu kepadanya hingga tiba waktu berbuka.” (HR. al-Bukhari dan Muslim) (Nashihati lin Nisa’, hlm. 66—67)
Kemudian diajari pula mereka akidah yang benar, sebagaimana halnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam mengajari anak pamannya, ‘Abdullah bin ‘Abbas c:
“Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Dia ada di hadapanmu. Apabila engkau meminta, mintalah kepada Allah, dan apabila engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat ini berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu, mereka tidak akan dapat memberikannya selain apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagimu. Seandainya mereka berkumpul untuk menimpakan mudarat kepadamu, mereka tidak akan dapat menimpakannya selain apa yang telah Allah tetapkan menimpamu. Telah diangkat pena, dan telah kering lembaran-lembaran.” (HR. at-Tirmidzi, dinyatakan sahih oleh al-Imam al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi 2/2043 dan al-Misykat no. 5302)
Kita ajarkan pula hal-hal yang terkandung dalam wasiat Luqman kepada anaknya yang dikisahkan oleh Allah subhanahu wata’ala dalam al-Qur’an, Surat Luqman ayat 13—19.
Selain itu, mereka harus pula mengetahui perkara-perkara yang harus dijauhi dalam syariat sehingga mereka dapat menghindarinya. Ini telah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam:
Al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu anhu memungut sebutir kurma dari kurma sedekah, lalu dia masukkan kurma itu ke mulutnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pun bersabda, “Kikh, kikh1! Buang kurma itu! Apa kau tidak tahu, kita ini tidak boleh makan sedekah?” (HR. Muslim no. 1069)
Selanjutnya, seiring dengan bertambahnya usia, kita ajarkan mereka satu demi satu syariat Islam yang mulia ini—terutama hal-hal yang khusus berkenaan dengan wanita— sebagai bekal utama bagi mereka dalam menghadapi kehidupan.
Memupuk Kesadaran Mereka Sebagai Seorang Wanita
Sedari awal, anak perempuan harus diberi pengertian bahwa mereka berbeda dari anak laki-laki. Hal yang termudah untuk mengenalkan perbedaan ini adalah dari sisi pakaian. Mereka dilarang mengenakan pakaian yang biasa dipakai anak laki-laki. Selain pakaian, sikap dan perilaku pun demikian. Anak perempuan diajari sikap dan perilaku yang khas anak perempuan. Mereka harus diberi pengertian bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam melarang mereka menyerupai anak laki-laki, sebagaimana dalam hadits:
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki. Beliau melaknat laki-laki yang berperilaku seperti wanita dan wanita yang berperilaku seperti laki-laki.” (HR. al-Bukhari no. 5885)
Difatwakan oleh Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin t, “Tasyabbuh (penyerupaan) laki-laki dengan perempuan termasuk dosa besar, demikian pula penyerupaan perempuan dengan laki-laki. Dalilnya, ‘Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki’. Di samping itu, penyerupaan seperti ini akan merusak sunnah Allah subhanahu wata’ala terhadap ciptaan-Nya, karena Allah subhanahu wata’ala telah menciptakan kekhususan tersendiri bagi wanita dan kekhususan tersendiri pula bagi laki-laki. Jika wanita menyerupai laki-laki dan laki-laki menyerupai perempuan, tentu sunnah yang telah diciptakan oleh Allah subhanahu wata’ala ini akan hilang dan sirna sehingga terjadilah sesuatu yang bertentangan dengan penciptaan dan hikmah Allah subhanahu wata’ala.” (Fatawa ‘Ulama al-Balad al-Haram, hlm. 1761—1762)
Membiasakan Mereka dengan Adab dan Akhlak Mulia
Di masa sekarang, banyak anak perempuan kaum muslimin yang kehilangan pesonanya sebagai seorang muslimah. Makan dengan tangan kiri, bersuara lantang di depan khalayak, keluyuran di pusat perbelanjaan, dan berdesakan di tengah keramaian tidak lagi dipandang sebagai aib. Bisa jadi pula, mereka bahkan terlepas dari perhatian orang tua. Rasa malu mulai tanggal dari diri mereka.
Di sisi yang lain, ada orang tua yang merasa perlu menyekolahkan anaknya di ‘sekolah etika’ agar anak perempuannya tampil anggun dan penuh etika.
Sebenarnya, seorang muslimah bisa tampil santun dan penuh pesona manakala dia berpegang dengan adab dan akhlak yang diajarkan oleh Islam. Becermin kepada pribadi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, ummahatul mukminin, dan para shahabiyah.
Di samping itu, sejak dini mereka harus dikenalkan dan dibiasakan dengan adab-adab yang diajarkan oleh Islam. Ini sebagaimana dikatakan oleh sahabat yang mulia, ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu :
“Ajarilah mereka adab dan ajarilah mereka ilmu!”
Adab terhadap orang tua, tetangga, tamu, adab makan dan minum, adab berpakaian, adab meminta izin, dan sekian banyak adab yang diajarkan oleh Islam—hingga yang sekecil-kecilnya, seperti memotong kuku, membersihkan badan dan pakaian, serta menunaikan hajat—perlu mereka ketahui dan amalkan. Adab dan akhlak yang mulia akan menjadi perhiasan bagi mereka.
Membiasakan Mereka Berpakaian Sesuai Syariat
Tidak selayaknya kita memakaikan mereka pakaian yang jauh dari tuntunan syariat, rok mini atau hot pants misalnya. Dinasihatkan oleh Fadhilatusy Syaikh al-‘Utsaimin t, “Tidak pantas orang tua memakaikan anak perempuannya pakaian seperti ini (pakaian yang pendek, –pen.) semasa kanak-kanak. Karena jika terbiasa, hal ini akan melekat dan dianggap remeh olehnya. Apabila yang seperti ini menjadi kebiasaannya, keadaan ini akan terus dia bawa hingga dewasa. Yang saya nasihatkan kepada para saudari saya kaum muslimah, hendaknya mereka meninggalkan busana wanita asing dari kalangan musuh-musuh agama ini. Hendaknya pula mereka membiasakan anak-anak perempuan mereka untuk mengenakan pakaian yang menutup aurat dan senantiasa merasa malu karena malu itu termasuk keimanan.” (Fatawa asy-Syaikh Muhammad ash-Shalih al-’Utsaimin, 2/845—846)
Bahkan, kita harus mendorong mereka untuk menutup aurat sejak masih kanak-kanak agar mereka terbiasa ketika dewasa kelak. Sejak umur tujuh tahun, kita biasakan mereka mengenakan kain kerudung untuk menutup kepala. Ketika telah baligh, kita perintahkan untuk menutup wajahnya, mengenakan pakaian panjang dan lapang yang akan menjaga kehormatannya.
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan seluruh wanita kaum mukminin agar mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka. Ini lebih layak bagi mereka untuk dikenali (sebagai wanita baik-baik) hingga mereka tidak diganggu.” (al-Ahzab: 59)
Allah subhanahu wata’ala juga telah melarang para wanita mukminah membuka wajah serta menampakkan kecantikan dan perhiasan pada selain mahramnya. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
““Dan janganlah kalian menampakkan perhiasan sebagaimana kaum jahiliah dahulu.” (al-Ahzab: 33) (Kaifa Nurabbi Auladana, hlm. 26)
Mengajari Berbagai Keterampilan Rumah Tangga
Anak perempuan harus dibekali dan dibiasakan melakukan segala pekerjaan rumah. Hal ini nanti akan dibutuhkannya ketika mulai memasuki rumah tangga bersama suaminya. Banyak hal harus dia ketahui: cara bergaul dengan suami dan mengurus rumah tangga, seperti memasak, mengatur rumah, dan sebagainya.
Kadang ada keluarga yang kurang memerhatikan sisi ini. Anak perempuannya tidak dibekali dengan keterampilan yang memadai untuk terjun dalam rumah tangga. Tatkala si anak mulai berumah tangga, ternyata dia tak bisa memasak atau membereskan rumah. Bahkan, ia tak mengerti bagaimana bergaul dengan baik dan santun dengan suaminya. Yang lebih menyedihkan jika sang suami adalah seorang yang tak sabaran dan cepat naik pitam. Akhirnya, muncullah berbagai problem rumah tangga sejak awal perjalanannya yang terkadang harus berakhir dengan perpisahan. Kita memohon keselamatan kepada Allah subhanahu wata’ala.
Alangkah indah nasihat seorang ibu untuk putrinya yang hendak dinikahkan dengan al-Harits bin ‘Amr al-Kindi. Dia pesankan,
“Wahai putriku, sesungguhnya jikalau wasiat tak lagi diberikan untuk seorang yang beradab dan bernasab mulia, tentu takkan kuberikan wasiat ini untukmu. Namun, wasiat adalah pengingat bagi orang yang berakal dan pemberi peringatan bagi orang yang lalai.
Wahai putriku, seandainya seorang anak perempuan tak lagi membutuhkan suami karena ayah bundanya telah mencukupinya, sesungguhnya engkau orang yang paling tak butuh terhadap suami. Namun, kita ini diciptakan untuk kaum laki-laki, sebagaimana pula diciptakan kaum laki-laki untuk kita.
Wahai putriku, engkau hendak berpisah dengan tanah tempat kelahiranmu, meninggalkan kehidupan yang dahulu engkau tumbuh di sana, menuju tempat yang tak kau kenal bersama teman yang asing bagimu. Dengan kepemilikannya atas dirimu, dia menjadi penguasa atasmu. Berlakulah layaknya hamba sahayanya, niscaya dia akan menjadi sahaya yang tunduk kepadamu. Jagalah sepuluh hal yang akan menjadi simpanan berharga bagimu:
1. Bergaullah dengannya dengan penuh qana’ah (selalu merasa cukup, tidak banyak menuntut, red) karena qana’ah akan melapangkan hati.
2. Dengar dan taatlah engkau dengan baik karena pada kedua hal ini ada keridhaan Rabbmu.
3. Berupayalah menjaga pandangan mata dan penciumannya, jangan sampai kedua matanya memandang sesuatu yang buruk darimu dan hidungnya mencium sesuatu darimu selain aroma yang semerbak wangi.
4. Kenakanlah selalu celak dan air karena celak adalah sebaik-baik perhiasan dan air adalah sebaik-baik wewangian.
5. Jagalah selalu waktu makannya, karena panasnya rasa lapar akan mudah membangkitkan kemarahan.
6. Ciptakan suasana tenang saat tidurnya karena tidur yang terganggu akan menimbulkan amarah.
7. Berusahalah selalu menjaga rumah dan hartanya karena mampu menjaga harta termasuk sebaik-baik kemampuan.
8. Jagalah selalu hubungan dengan keluarganya karena kemampuan menjaga hubungan dengan kerabat termasuk sebaik-baik pengaturan.
9. Jangan engkau sebarkan rahasianya karena jika engkau lakukan, niscaya engkau takkan aman dari pengkhianatannya.
10. Jangan pernah kau durhakai perintahnya, karena jika kau mendurhakai perintahnya, berarti engkau buat menggelegak dadanya.
Semakin kau agungkan dia, dia pun makin memuliakanmu. Semakin sering engkau seia-sekata dengannya, dia pun semakin baik kepadamu.
Ketahuilah, engkau takkan bisa melakukan semua ini sampai engkau utamakan keinginannya di atas keinginanmu, dan engkau utamakan keridhaannya di atas keridhaanmu, baik dalam hal-hal yang kau sukai maupun yang engkau benci.
Hati-hatilah, jangan sampai engkau bergembira di hadapannya manakala dia sedang gundah gulana, dan jangan bermuram durja di hadapannya tatkala dia sedang gembira.” (Takrimul Mar’ah fil Islam, hlm. 96—97)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Catatan Kaki:
1 Ini adalah perkataan untuk memperingatkan anak-anak dari sesuatu yang kotor. Maknanya, “Tinggalkan dan buang barang itu!”
SUMBER :
Seluk Beluk Mendidik Anak Perempuan,  (ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Abdirrahman bintu Imran),     Majalah AsySyariah Edisi 075

10 Kesalahan Dalam Mendidik Anak Menurut Islam

  Orang tua yang baik adalah orang tua yang selalu berusaha untuk mendidik anak mereka agar menjadi anak yang soleh, beriman dan berakhlak mulia. Cara mendidik anak yang salah dapat berakibat buruk pada pembentukan karakter anak, meskipun ada faktor lain diluar keluarga yang dapat mempengaruhi perkembangan mereka.
Menurut Islam tugas memelihara anak kita agar menjadi anak yang beriman adalah wajib, seperti yang tercantum dalam Firman Allah Dalam Quran Surah At Tahrim ayat 6, dengan terjemahan: 
" Wahai orang-orang beriman! Peliharalah diri kamu dan keluarga kamu dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu...".

Ada beberapa kesalahan yang harus kita hindari dalam mendidik anak menurut islam agar anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang beriman, soleh dan berakhlak mulia. Berikut 10 kesalahan orang tua dalam mendidik anak-anak mereka menurut islam.
1. Memberi didikan yang tidak seimbang
Tidak seimbang antara didikan jasmani (fisik), rohani (keagamaan) dan keilmuan. Saat ini banyak orang tua yang lebih mementingkan pendidikan ilmu (misalnya matematika, ipa, bahasa inggris, dll) dari pada pendidikan keagamaan.
2. Menegur anak secara negatif
Mengeluarkan kata-kata kasar dan makian kepada anak-anak saat kita marah karena kesalahan yang diperbuat anak. Janganlah kita membandingkan anak kita dengan saudaranya atau anak orang lain.
3. Tidak tegas dalam mendidik anak
Tidak menjadwalkan kegiatan harian yang positif bagi anak dan terlalu memfokuskan anak-anak kepada sesuatu aktivitas saja tanpa memperhatikan perasaan mereka.
4. Kurang mengawasi acara TV ataupun video yang ditonton anak.
Pengawasan terhadap apa yang ditonton anak sangat penting, kerena saat ini banyak acara TV menonjolkan akhlak yang kurang baik, seperti pergaulan bebas, pakaian yang tidak sesuai kaidah agama dan perbuatan yang tidak pantas ditonton anak-anak.
5. Tidak mengajarkan kebiasaan yang baik di rumah 
Tidak pernah mengajar anak untuk memberi dan membalas salam, makan bersama, solat berjemaah, beribadah bersama-sama, dan sebagainya. 
6. Kurang memberi sentuhan kepada semua anak.
Rasulullah sering membelai cucu-cucunya dan mencium mereka. Diriwayatkan oleh Aisyah r.a.:
Pada suatu hari Rasulullah SAW mencium Al-Hassan atau Al Hussien bin Ali r.a. Ketika itu Agra' bin Habis At-Tamimiy sedang berada di rumah baginda. Berkata Agra' : "Ya Rasulullah! Aku mempunyai sepuluh orang anak, tetapi aku belum pernah mencium seorang pun dari mereka." Rasulullah melihat kepada Agra' kemudian berkata : "Siapa yang tidak mengasihi tidak akan dikasihi."-(Maksud Al-Hadith Riwayat Bukhari dan Muslim)
7. Terlalu bergantung kepada pembantu rumah untuk mendidik anak-anak.
Sebagai orang tua kitalah yang akan ditanyakan mengenai anak-anak kiata di akhirat kelak. Oleh karena itu menjadi kepentingan kita untuk berusaha memastikan anak-anak terdidik dengan didikan Islam.
8. Bertengkar di depan anak-anak.
Ini akan menyebabkan anak-anak tertekan dan membenci salah seorang dari ibu bapaknya.
9. Penampilan diri yang kurang baik dan kurang pantas.
Orang tua tidak menunjukkan cara berpakaian yang pantas dan yang sesuai syariat bila berada di rumah, yaitu berpakaian yang tidak rapih dan seksi di hadapan anak-anak.
10. Membiarkan orang yang tidak baik sikap dan perbuatannya masuk ke dalam rumah kita, balk dari kalangan sahabat sendiri ataupun sahabat anak-anak.
Hal ini akan memberikan contoh yang tidak baik kepada anak-anak.


Keperluan Kita Kepada Tarbiah Islamiah



Dipetik daripada blog:

http://usrahkeluarga.blogspot.com/2012/12/motivasi-kehidupan-kami-kongsi-kasut.html


Tarbiah (pendidikan) Islamiah, bererti proses mempersiapkan manusia dengan persiapan yang menyeluruh yang menyentuh seluruh aspek kehidupannya, meliput rohani, jasmani dan akal fikiran. Termasuklah dalam lingkungan kehidupan duniawinya, dengan segala aspek hubungan dan kemaslahatan yang mengikatnya; dan kehidupan akhiratnya, dengan segala amalan yang dihisabnya; yang membuat Allah Subha Nahu wa Taala redha atau murka. Oleh kerana itu, ia bersifat integral (sepadu) dan menyeluruh; dan itulah yang membezakan sistem Islam dengan sistem atau aturan lain.
Ringkasnya, tarbiah Islamiah adalah proses penyiapan manusia yang soleh, yakni agar tercipta suatu keseimbangan (tawazun) dalam potensi, matlamat, ucapan serta tindakannya secara keseluruhan. 

Keseimbangan potensi yang dimaksudkan adalah hendaknya jangan sampai kemunculan suatu potensi menyebabkan lenyapnya potensi yang lain atau suatu potensi sengaja dimandulkan untuk mewujudkan potensi yang lain. Inilah satu keistimewaan sistem Islam dan undang-undangnya. Juga keseimbangan antara potensi rohani, jasmani dan akal fikiran; keseimbangan antara kerohanian manusia dan kejasmaniannya, antara keperluan asas dan sekunder, antara realiti dan cita-citanya, antara wawasan pribadi dan jiwa kebersamaannya, antara keyakinan kepada alam ghaib dan keyakinan pada alam nyata, keseimbangan antara makan, minum, pakaian dan tempat tinggalnya, tanpa adanya sikap berlebih-lebihan di satu sisi dan pengabdian di sisi lain. Benar-benar keseimbangan yang mengantarkan kepada sikap adil, yakni adil dan saksama dalam segala aspek.

"Dan demikian (pula) Kami telah jadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pertengahan." [Al-Baqarah: 143]

Bahkan keseimbangan adalah satu aturan yang Allah Subhanahu wa Taala tetapkan pada segenap makhlukNya; manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan bintang cakerawala di angkasa raya. Semua berjalan sesuai dengan hukum alam yang telah ditetapkan oleh yang Maha Pencipta alam ini. Itulah keistimewaan kedua yang ada pada sistem Islam.

Keistimewaan lain sistem tarbiyah Islamiyah ialah ia mendorong seseorang untuk memiliki dinamika yang tinggi dalam seluruh kehidupan dirinya beserta orang-orang disekelilingnya, dan juga termasuk bersama lingkungan alamnya. Ia juga merasa terdorong untuk memakmurkan bumi dan mengambil manfaat sebesar-besarnya baik dari samudera, angkasa, binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun semua benda mati dengan prinsip bahawa semua itu telah ditundukkan oleh Allah Subha Nahu wa Taala untuknya. Ia tidak bersikap negatif dan pasif di dalam upaya meraih kemaslahatan diri dan masyarakat yang ia hidup dengannya atau lingkungan alam yang Allah tundukkan untuknya. Namun sebaliknya, ia bersikap positif dan responsif di bawah naungan agama yang agung dan moral yang tinggi ini. 

Selain itu, tarbiah Islamiah memiliki keistimewaan dengan kemampuannya mengiringi fitrah manusia dalam menghadapi realiti kehidupan di bumi dan di alam material ini, juga mengiringi potensinya menuju tingkat keteladanan dan kepeloporan sehingga dapat memberi manfaat dan kemaslahatan bagi diri, agama dan masyarakatnya. Semua itu termasuk dalam batas yang Allah Subha Nahu wa Taala halalkan dan syariatkan. Di samping itu, Islam juga mengakui adanya kelemahan pada diri manusia ketika berhadapan dengan nafsu syahwat. Untuk menghadapi lemahnya manusia berhadapan dengan kewajiban, Islam datang dengan firman-Nya;

"Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama satu kesempitan." [Al-Hajj: 78]

Sedangkan untuk menghadapi lemahnya manusia berhadapan dengan godaan nafsu, Allah Subha Nahu wa Taala berfirman;

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, iaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik." [Ali-Imran: 14]


Tujuan Tarbiah Islamiah
Tujuan dan sasaran tarbiah Islamiah, yang kita ingin capai dan wujudkan -secara umumnya- adalah: membina keadaan serta suasana yang kondusif (sesuai) bagi manusia untuk dapat hidup di dunia secara lurus dan baik, serta hidup di akhirat dengan naungan redha dan pahala Allah Subha Nahu Wa Ta'ala.

Pertama: Ibadah kepada Allah Subha Nahu Wa Ta'ala semata-mata sesuai dengan syariatNya
Allah Subha Nahu Wa Ta'ala berfirman;
"Tidak Kuciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu." [Adz-Zariyat: 56]
Ibadah kepada Allah Subha Nahu wa Taala sesuai dengan syariat yang diucapkan oleh lisan Rasulullah SallaLlahu 'alaihi Wasallam adalah tujuan utama dan terpenting daripada tarbiah Islamiah ini. Ibadah menuntut terwujudnya banyak unsur dari seorang Muslim, antara lain: unsur iman, unsur Islam, unsur ihsan, unsur keadilan, unsur amar ma'ruf nahi mungkar, dan unsur jihad di jalan Allah Subha Nahu Wa Ta'ala untuk menjadikan kalimah Allah Subha Nahu Wa Ta'ala sebagai yang tertinggi.

Kedua: Tertegaknya khilafah Allah di muka bumi
Allah Subha Nahu Wa Ta'ala berfirman;
"Sesungguhnya aku jadikan manusia sebagai khalifah di bumi." [Al-Baqarah: 30]
Pengangkatan manusia sebagai khalifah ini menuntut aktivi pemakmuran bumi dan pemanfaatan segala sesuatu yang Allah Subha Nahu Wa Ta'ala berikan untuk umat manusia. Allah Subha Nahu Wa Ta'ala berfirman;
"Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya." [Hud: 61]
Dengan arti bahawa Allah Subha Nahu Wa Ta'ala menempatkan semua manusia di muka bumi dengan memberinya potensi adalah untuk memakmurkannya dan mengambil manfaat sebesar-besarnya sebagai bekal hidup dan matinya. Oleh kerana itu, berinteraksi dengan seluruh alam yang terbentang ini -dengan menggunakan potensi ilmu dan seluruh hasil penemuan ilmiah yang baik- untuk mengambil manfaat daripadanya adalah kewajiban syarak atas manusia. Mencari ilmu dan mendalaminya dalam rangka kebajikan merupakan tugas yang Allah Subha Nahu Wa Ta'ala bebankan kepada manusia dan diwajibkan oleh Islam keatas kaum Muslimin. Maksudnya, mereka tidak boleh ketinggalan dalam bidang ini berbanding orang lain. 

Ketiga: Saling kenal mengenal sesama manusia
Allah Subha Nahu Wa Ta'ala berfirman:
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal." [Al-Hujurat: 13]
Allah Subha Nahu Wa Ta'ala menciptakan manusia berbagai jenis dan warna kulitnya dan terdiri daripada berbagai macam suku bangsa di merata pelusuk dunia. Allah menciptakan mereka dari asal yang satu, iaitu Adam dan Hawa. Oleh kerana itu tidaklah patut bagi mereka jika sentiasa bertikai, bercerai-berai dan bermusuhan. Sudah seharusnyalah mereka saling berkenalan, berkasih sayang dan saling bantu-membantu di bawah naungan persaudaraan (ukhuwwah). Bukankah mereka anak-anak dari seorang lelaki dan seorang perempuan?
Inilah salah satu tujuan besar tarbiah Islamiah, yakni mempersiapkan manusia agar dapat hidup dalam suasana penuh kasih sayang dengan saudaranya dengan disatukan oleh aqidah yang benar dan ajaran Allah Subha Nahu Wa Ta'ala. 

Keempat: Kepimpinan Dunia
Allah Subha Nahu Wa Ta’ala berfirman;
“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal soleh bahawa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diredhai-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.” [An-Nur: 55]

Inilah janji Allah Subha Nahu Wa Ta’ala kepada orang yang beriman dan beramal soleh, yakni keimanan yang disertai dengan amal adalah buah dari iman yang benar. Allah berjanji kepada mereka dengan tiga janji:
1. mengangkat kekhalifahan mereka di bumi ini dan menjadikan untuk mereka kekuasaan yang dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya seluruh nikmat bagi kehidupan dan kematian mereka.
2.pengukuhan kedudukan di bumi dengan Islam dan sistemnya. Oleh kerananya mereka pun memiliki kekuasaan dan dominasi atas umat manusia dan ajaran agama yang lain di muka bumi ini. 
3.Pergantian keadaan mereka, daripada rasa takut kepada rasa aman. 
 
Artinya bahawa orang-orang yang beriman dan beramal soleh, adalah para tokoh penguasa bumi, kerana agama mereka adalah agama kemenangan dan kekuasaan, maka harus ada upaya meraihnya melalui program tarbiah Islamiah bagi semua orang.
Selama kaum Muslimin berada jauh daripada penguasaan dunia, bererti mereka jauh juga daripada hakikat iman dan amal soleh. Akibatnya mereka akan sentiasa terbelenggu dalam urusan agamanya dan terperosok dalam dosa dan maksiat. Tarbiah Islamiah berupaya - dengan segenap potensi yang dimilikinya – untuk mengeluarkan umat manusia daripada belenggu perasaan, dosa dan maksiat. 

Kelima: Menghukum dengan syariat
Allah Subha Nahu Wa Ta’ala berfirman:
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) daripada urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu.” [Al-Jaathiah: 18]
Juga firman-Nya:
“Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan oleh Allah Subha Nahu Wa Ta’ala , dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu daripada sebahagian apa yang telah diturunkan oleh Allah kepadamu.” [Al-Maidah: 49]
Inilah salah satu tujuan besar daripada tujuan-tujuan tarbiah Islamiah, bahkan inilah tujuan utama daripada empat tujuan yang dinyatakan sebelum ini. (iaitu: ibadah, kekhalifahan di bumi, saling mengenal dan saling menolong, serta penguasaan dunia).

Mengapa demikian? Kerana semua tujuan itu adalah menjurus kepada penegakan syariat Allah Subha Nahu Wa Ta’ala tanpa tawar-menawar, undi-mengundi, dan tempel-tempelan, apalagi tunduk dan mengalah kepada sistem lain buatan manusia.
Inilah tujuan tarbiah Islamiah secara global, dan itulah tujuan Islam yang sebenarnya, baik aqidah, syariah, moral, dakwah, lembaga, sistem, perilaku, maupun jihadnya sekaligus, dalam rangka menjadikan kalimah Allah Subha Nahu Wa Ta’ala sebagai yang tetinggi. Itu semua hanya akan terwujud dengan berjalannya tarbiah ruhiah, akal fikiran, fizikal, akhlak dan perilaku. 

Sebelum menyelesaikan perbahasan tujuan ini, perlulah kiranya ditegaskan bahawa tarbiah Islamiah memiliki skop yang luas beraneka ragam. Antara lain;
     1. Individu, dengan seluruh unsur yang dapat membangun keperibadiannya.
  1. Rumahtangga Muslim dengan seluruh nilai dan moral yang harus ditegakkannya.
  2. Masyarakat Muslim, dengan seluruh interaksi sosial dan pengaturannya.
  3. Umat Muslimah, dengan seluruh aktiviti yang ada di dalamnya.
  4. Negara Islam dengan sistem dan undang-undang yang harus ditegakkan di dalamnya.

PROSES PENTARBIYYAHAN ANAK DI RUMAH




http://usrahkeluarga.blogspot.com/2007/04/proses-mendidik-anak-di-rumah.html


(Oleh Abu Munzir)



1. MUQADDIMAH
Mendidik anak adalah salah satu tanggungjawab yang paling berat yang dipikul oleh seseorang. Anak adalah kurniaan dan amanah Allah SWT kepada kedua orang tuanya.

Adalah satu tanggungjawab yang berat sekiranya kita hanya dipertanggugnjawabkan untuk mendidik mereka menjadi manusia yang berjaya di dunia ini, terutama sekali dalam suasana masyarakat yang sangat materialistik. Ini lebih memberatkan ke atas ibu bapa muslim kerana Allah SWT mempertanggungjawabkan mereka supaya supaya untuk mendidik anak nereka menjadi mukmin yang berperanan dalam Islami dan selamat dari api neraka.

Firman Allah SWT, di dalam Surah at Tahrim (66), ayat enam, terjemahannya:

“Wahai orang-orang beriman! Peliharalah diri kamu dan ahli keluarga kamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”

Ibnu Umar berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ‘Setiap diri kamu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggung jawab terhadap apa yang ia pimpin. Seorang imam adalah pemimpin, ia akan diminta pertanggungjawabkan terhadap apa yang dipimpinnya (rakyatnya). Setiap lelaki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawabkan terhadap yang ia pimpin. Setiap perempuan adalah pemimpin di dalam rumah suaminya dan ia akan diminta pertanggungjawabkan pula dengan apa yang ia pimpin.

2. RUMAH TANGGA MUSLIM
Allah SWT telah berfirman di dalam Surah an Nahl (24): ayat 80, terjemahannya ialah:

“Dan Allah telah menjadikan untuk kamu dari rumah kamu rumah-rumah untuk berehat”

Syeikh Salih Uthaimeen telah menjelaskan bahawa ayat ini memberikan gambaran bahawa Allah menyebutkan bahawa Allah menyempurnakan Nikmat ke atas hamba-hamba-Nya rumah tangga yang menjadi tempat untuk memperolehi sakinah atau ketenangan. Rumah tangga bagi seorang muslim adalah tempat yang selamat dan terlindung dari kerosakan dan kemungkaran dan perlindungan dari masyarakat luar.

Rumah tangga adalah wasilah atau tapak dasar untuk membangunkan masyarakat muslim. Masyarakat muslim adalah terdiri dari himpunan rumah tangga muslim malah rumah tangga itulah asalnya. Sekiranya rumah tangga itu kukuh maka akan kukuhlah masyarakat dan begitulah sebaliknya. Rumah tangga muslim adalah tapak dan dasar segala kebaikan masyarakat dan di sini bermulanya pendidikan yang sebenar dan dari rumah tangga muslimlah akan terbit kebaikan masyarakat dalam bentuk dakwah, tarbiyah dan akhlak yang mulia. Di dalam rumah tangga muslimlah bermulanya amar ma’ruf (suruhan kepada kebaikan) yang sebenarnya dan di dalam rumah tangga muslim jugalah bermulanya nahi munkar (mencegah kemungkaran).

3. PENDIDIKAN ANAK DI RUMAH
 Pendidikan seorang anak bermula di rumahnya, malah bermula di dalam rahim ibunya. Perancangan untuk melahir dan membentuk anak yang beriman dan berperanan di dalam membangunkan Islam dimulai dengan niat sewaktu memilih pasangan hidup lagi.

Kata cerdik pandai:”Satu masa dulu anak2 melalui pendidikan, kemudian mereka melalui pembelajaran dan kini hanya tinggal pensijilan”.

Pendidikan yang dilalui oleh anak dengan kedua ibu bapanya berperanan sebagai pendidiknya, adalah dasar bagi proses pendidikan yang akan dilalui oleh anak itu sepanjang hayatnya. Pendidikan di tahap ini adalah sangat kritis dan akan memberikan corak syakhsiyah yang terbina di dalam dirinya.

3 perkara penting dlm pendidikan anak:
1. Murabbi (pendidik)
2. Manhaj (ilmu tarbiyah yg penting dlm pembangunan diri manusia)
3. Biah (suasana/persekitaran) yg membantu tarbiyah

Bila patut kita mula mentarbiyah anak kita?Syeikh Muhammad as Shabbagh berkata: “Saya pernah mendengar dari Malik bin Nabi bahawa pada suatu ketika ada seorang meminta petunjuk kepadanya bagaimana cara mendidik anak lelaki dan perempuannya yang baru saja lahir. Lalu, Malik bin Nabi bertanya, ‘Berapa umur anak perempuan itu? ‘Sebulan’, ‘Kamu ketinggalan kereta!’ jawab Malik”

APAKAH FAKTOR PALING PENTING DLM MENTARBIYAH ANAK?Murabbi mithali - “cukup sesuatu itu ma’ruf dgn kamu melakukannya, dan cukup sesuatu itu mungkar dengan kamu meninggalkannya“

4. PENDIDIKAN KEIMANAN DASAR PENDIDIKAN ISLAMIbu bapa muslim tidak mempunyai pilihan lain di dalam pendidikan anak, selain dari mendidik menurut manhaj (sistem ataupun kurikulum) Islam dengan metodnya juga semestinya Islamik. Pendidikan Islam pula semestinya berasaskan pendidikan keimanan dan pembangunan ruhiyah dan pada permulaan proses pendidikan anak lagi proses penanaman imanlah yang perlu diberikan tumpuan.

Syeikh al Qaradhawi menjelaskan bahawa:
“Pertama-tama yang wajib dibina dalam diri manusia ialah IMAN. Iman bermakna menanamkan aqidah yang sahih di dalam hatinya, yang dapat meluruskan pandangannya kepada dunia ini: manusia, kehidupan, kepada Rabb alam semesta, Pencipta manusia, Pemberi kehidupan. Aqidah ini adalah aqidah yang mengenalkan kepada manusia mengenai prinsip, perjalanan hidupnya dan tujuan hidupnya di dunia ini.
Manusia harus digerakkan melalui aqal dan hatinya. Ia harus diberi petunjuk agar dia dapat meniti jalan lurus; dan dia harus digembirakan dan diberikan peringatan, agar dia dapat bergembira dan merasa takut dengan adanya peringatan tersebut. Imanlah yang menggerakkan dan mengarahkan manusia, serta melahirkan berbagai kekuatan yang dahsyat dalam dirinya. Sesungguhnya iman membuatkannya menjadi makhluk baru, dengan semangat yang baru, aqal baru, kehendak baru, dan falsafah hidup yang juga baru”.

Mujahid Said Hawwa di dalam kitabnya ‘Tarbiyatur ruhiyah’ telah menjelaskan perkara ini: “Titik tolak tarbiyah Islamiyah adalah IMAN. Allah telah berfirman, terjemahannya:

“Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surah ini?’ Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya, sedangkan mereka merasa gembira. Dan orang-orang yang hatinya ada penyakit, maka surah ini bertambah kekafiran mereka, di samping kekafiran (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir”
Surah at Taubah : 124-125

Berdasarkan hal tersebut jika kita ingin agar al Qur’an mampu menyentuh hati manusia dengan sentuhan yang benar, di mana hati boleh memperolehi manfaat dari al Qur’an, maka kita wajib mengubati hati terlebih dahulu, dengan cara menjadikan hati itu beriman dengan sebenar-benarnya. Oleh kerana itu, titik perhatian yang harus selalu menjadi pusat pemikiran dan kerja murabbi sejak awal lagi adalah ishlahul qalb (pembaikan hati).

Jadi titik tolak yang sahih adalah pemusatan pada qalbu, sehingga qalbu menjadi sihat dan baik, sebab proses tarbiyyah semacam ini sangat aman dan tenang dalam menundukkan manusia menjadi manusia, dan sangat aman untuk meletakkan dan mengeluarkan manusia dari wilayah pujukan, gangguan dan fitnah syaitan, baik syaitan berbentuk jin mahupun manusia”

Dalam menyinggung persoalan tarbiyah ruhiyah ini Dr Ali Abdul Halim Mahmud telah menulis di dalam kitabnya ‘at Tarbiyah ar ruhiyah’:
“Ruh adalah bahagian manusia yang paling mulia kerana ia adalah tiupan dari Allah SWT. Ia wajib ditarbiyah dengan tujuan untuk mempermudahkan jalan di hadapanya untuk bermakrifah kepada Allah SWT dan membiasakannya serta melatihnya untuk melaksanakan benar-benar ibadah kepada Allah.

Dr Abdullah Nasih Ulwan telah menulis di dalam bukunya yang terkenal “Pendidikan Anak Menurut Islam” mengenai persoalan menanam aqidah dalam jiwa anak. Beliau menulis
“Tanggungjawab mendidik dan menanamkan Islam dan aqidah di dalam diri anak adalah satu tanggungjawab yang sangat berat. Justeru itu setiap pendidik (ibu bapa /pengasuh/murabbi) penuh faham dan sedar dan melengkapkan diri apabila mengambil tanggungjawab ini. Setiap murabbi perlu faham perkara-perkara yang berikut:

(i) Bagaimana untuk memimpin dan membimbing anak untuk beriman kepada Allah SWT dan segala kehebatan Kuasa-Nya. Ibu bapa perlu mengetahui bahawa hendak membentangkan kepada anak kehebatan kuasa maha kreatif Allah yang terdapat di dalam makhluk ciptaaan-Nya. Ibu bapa mestilah membentangkan satu subjek /topik ke subjek /topik yang lain : dari kewujudan berjuta-juta jenis makhluk yang dicipta oleh Allah SWTyang boleh dilihat oleh mata kepada makhluk-makhluk lain yang tidak dapat dikesani oleh panca indera,iaitu yang berada di alam ghaib. Ibu bapa juga mesti membentangkan fakta yang khusus kepada fakta-fakta yang umum. Dari persoalan yang mudah kepada persoalan yang rumit dan kompleks. (* pendidikan anak ini perlu dilaksanakan secara berperingkat dan ansur maju. Membentuk kefahaman mereka langkah demi langkah sesuai dengan perkembangan mereka, dari sudut umur, pemahaman, pengetahuan dan kematangan). Anak-anak mestilah dididik BAGAIMANA UNTUK BERFIKIR. Mereka perlu dididik untuk berfikir dan membentuk pemahaman yang membolehkan mereka memahami, menghargai dan menghayati TAUHIDULLAH yang dirasai dan dikesani di dalam Kuasa, Iradah , Nama-nama (Asma)-Nya, Sifat-sifat-Nya dan juga Af ‘al (perbuatan)-Nya. Cara mendidik ini dibentangkan di dalam al Qur’an.

Oleh itu anak-anak dididik untuk mencapai ke tahap mereka benar-benar menyakini tanpa sebarang keraguan segala yang mereka imani, dengan nas-nas aqli dan naqli. Jika anak-anak menghirup keimanan yang diproses ini dan memahaminya sejak mereka kecil lagi, mereka tidak menjadi insane yang lain, melainkan muslim mukmin dan berkemampuan menentang dan menolak ideology-ideologi sesat. Kaedah tarbiyah ini dilaksanakan secara beransur-ansur, peingkat demi peringkat dari perkara asas dan dasar kepada perkara rumit dan kompleks di dalam Deen.

(ii) Bagaimana untuk menanam kusyu’ dan taqwa di dalam ubudiyah mereka. Ini dilaksanakan melalui proses membentang dan memperjelaskan kepada mereka kehebatan dan Kuasa Allah SWT sehingga mereka dapat memahami dan merasai Maha Hebat, Maha Perkasa dan Maha Berkuasanya Allah SWT. Tanda-tanda Maha Agung dan Maha Perkasanya Allah adalah jelas di dalam alam yang amat luas ini, yang terdiri dari makhluk hidup dan makhluk kaku, di dalam alam tumbuhan mahupun alam haiwan; di dalam warna-warna pelbagai bunga-bungaan yang dan jutaan makhluk yang

(iii) Bagaimana untuk menanamkan muraqabah dan takut kepada Allah di dalam diri anak-anak dalam keadaan apa sekalipun. Ini dapat dilaksanakan dengan mendidik ank akan hakikat bahawa Allah adalah As Sami’ (Maha Melihat) , Al Basyir (Maha Mendengar), Al ‘Alim (Maha Mengetahui), yang mengetahui segala sesuatu, setiap tindakan dan perbuatan, setiap rahsia, dan apa juga yang ada di dalam hati manusia. Hakikat ini mestilah ditekan dan diberikan tumpuan khusus pada setiap peluang yang ada. Rasa muraqabah ini akan menyebabkan anak sentiasa sedar bahawa Allah sentiasa memerhatikan dirinya dan rasa ini akan mendidik mereka untuk menyucikan niat-niat mereka di dalam amal mereka.

Penanaman dasar aqidah dapat dilaksanakan sepertimana yang telah digariskan :

1. Mengajar anak menghafaz kalimat tauhid
Imam al Ghazali telah berkata ” langkah pertama dalam menanamkan keimanan adalah dengan memberikan mereka hafazan (yakni menggalakkan anak menghafaz kalimah Tauhid dan asma’ Allah)” . Ini adalah kerana proses pemahaman harus diawali dengan hafazan terlebih dahulu. Ketika anak menghafaz akan sesuatu kemudian memahaminya, akan tumbuh dalam dirinya keyakinan dan akhirnya akan membenarkan apa yang diyakini sebelumnya. Inilah proses pembenaran dalam sebuah keimanan yang dialami anak pada umumnya. Walau bagaimanapun ada juga anak yang Allah lebihkan mereka dengan tidak memerlukan mereka melalui proses pendidikan di atas. Allah telah menanamkan keimanan langsung dalam jiwanya . Proses penanaman aqidah ini dilaksanakan dengan mendidik anak menghafaz ayat-ayat yang menyentuh aspek keimanan dan sebahagian besar surah-surah yang mengandungi pembentangan persoalan iman adalah surah-surah pendek. Ini membolehkan anak-anak yang sedang memulai pertumbuhan jasad dan jiwanya mampu untuk menghafaz surah-surah pendek tersebut.
2.Mendidik anak dengan Kalimah Tauhid
Diriwayatkan oleh al Hakim dari Ibnu “Abbas r.a bahawa Rasulullah bersabda “Jadikanlah kata-kata pertama yang diucapkan oleh seorang anak, kalimah ‘La ilaha Ilallah’. Dan bacakan kepadanya ketika menjelang maut, kalimah ‘La ilaha illallah’”. Para sahabat menyukai untuk mendidik kalimat ‘La ilaha illalla’ kepada setiap anak yang baru mula. Para sahabat menyukai untuk mendidik kalimat ‘La ilaha illalla’ kepada setiap anak yang baru mula berkata-kata, sebanyak tujuh kali, sehingga kalimat Tauhid ini menjadi ucapan mereka yang pertama kalinya’”
Ibn Qayyim pula berkata: “apabila anak telah mampu mengucapkan kata-kata, maka ajarkan mereka kalimat ‘La ilaha illallah, Muhammadar Rasulullah. Dan jadikan suara yang pertama kali didengar oleh anak berupa pengetahuan tentang Allah. Tentang Keesaan-Nya, bahawa Allah selalu mengawasi kita dan selalu mendengar percakapan kita.

Abdur Razak telah meriwayatkan di dalam kitab Mushannaf dari Abdul Karim Abu Umayyah, bahawa “Rasulullah mengajarkan anak-anak dari Bani Hashim yang telah mampu berkata-kata , sebanyak tujuh kali dari kalimat
“Dan katakanlah, segala puji bagi Allah yang tidak memmpunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam Kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong. Dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya”
Surah al Isra’ (17) : 11

3. Menanamkan kecintaan kepada Allah
Dalam proses menanam kecintaan anak kepada Allah SWT, anak juga perlu diproses untuk merasai dan meyakini hanya Allah sahajalah tempat memohon dan menanamkan juga dalam jiwa anak akan pengawasan serta ketentuan Allah dalam keseluruhan hidupnya dan semua makhluk Allah yang selainnya.

Kesimpulannya ialah “bahawasanya Iman kepada Allah itu adalah asas perbaikan anak-anak , dan pokok pendidikan akhlak dan jiwa. Tegasnya, bahawasanya tanggungjawab pendidikan keimanan ke atas para pendidik, para ibu bapa, adalah suatu tanggungjawab utama dan amat penting sekali, sebab di situlah tempat sumber segala macam kebajikan, dan tempat timbulnya segala macam kesempurnaan. Bahkan dia itulah tiang asas bagi kemasukan seseorang anak ke dalam benteng dan lingkungan Iman dan Islam. Tanpa pendidikan ini, seseorang anak itu tidak akan mahu menjalankan tanggungjawabnya, dan tidak dapat bersifat amanah, tidak tahu arah dan tujuan, tidak akan menggambarkan dirinya sebagai seorang manusia mulia.
Menanamkan kecintaan kepada Rasulullah

Secara fitrah setiap anak sebelum mencapai usia baligh mempunyai kecenderungan untuk mencari dan mencontohi seorang yang yang dianggap unggul untuk dijadikan ikutan baginya. Di dalam tarbiyyah Islam para bapa dipertanggungjawabkan untuk menyalurkan fitrah mencari qudwah ini dengan menjadikan Rasulullah SAW sebagai insan mithali pilihan Allah SWT, yang memiliki keperibadian dan sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh manusia lain.

Jalan-jalan menanam kecintaan kepada Rasulullah SAW1. Membacakan dan menggalakan anak menghafaz hadith-hadith
2. Jelaskan kepada anak kedudukan dan kepentingan Allah mengutuskan Rasulullah dan para Rasul
3. Membentangkan sirah kehidupan dan perjuangan Rasulullah dalam memimpin manusia keluar dari kesesatan
4. Ajarkan dan galakkan anak salawat atas Rasulullah dan mengamalkan sunnah Rasulullah SAW

Sunday, 17 November 2013

Dr Abdullah Nasih Ulwan

Dr Abdullah Nasih Ulwan

http://dakwah.info/utama/biografi/dr-abdullah-nasih-ulwan/

Sesiapa yang meminati buku tarbiah dan perbincangan permasalahan moden sudah pasti baginya tidak asing dengan tokoh ini. Setiap tulisan yang dihasilkan oleh beliau bukanlah sekadar tulisan biasa, ianya adalah tulisan yang lahir dari hati yang ikhlas kepada Allah, tulisan yang mempunyai nilai tarbiah yang sangat tinggi. Mempunyai matlamat yang besar dalam bidang penulisan. Dr. Yusuf al Qaradhawi menyatakan bahawa Dr. Abdullah Nasih Ulwan adalah seorang ulama yang sangat dikagumi dari sudut perjuangan dan tulisannya, apa yang ditulis menggambarkan peribadinya yang sangat luhur dan murni.
Dr. Abdullah Nasih Ulwan dilahirkan pada tahun 1928 Masihi di Daerah Qadhi Askar yang terletak di Bandar Halb, Syria. Beliau dibesarkan di dalam keluarga yang berpegang teguh pada agama dan mementingkan akhlak Islam dalam pergaulan dan muamalat sesama manusia. Ayahnya, Syeikh Said Ulwan adalah seorang yang dikenali di kalangan masyarakat sebagai seorang ulama dan tabib yang disegani. Selain dari menyampaikan risalah Islam di seluruh pelusuk Madinah Halb, beliau juga menjadi tumpuan untuk mengubat pelbagai penyakit dengan ramuan akar kayu yang dibuat sendiri. Ketika merawat pesakit, lidahnya sentiasa membaca al Quran dan menyebut nama Allah. Syeikh Said Ulwan sentiasa mendoakan semoga anak-anaknya lahir sebagai seorang ulama ‘murabbi’ yang dapat memandu masyarakat. Allah memperkenankan doa beliau dengan lahirnya Dr. Abdullah Nasih Ulwan sebagai ulama (‘murabbi’) pendidik rohani dan jasmani yang disegani di abad ini.
Pendidikan
Dr. Abdullah Nasih Ulwan mendapat pendidikan peringkat rendah (ibtidaei) di Bandar Halib. Setelah berusia 15 tahun, Syeikh Said Ulwan menghantar beliau ke Madrasah Agama untuk mempelajari ilmu agama dengan cara yang lebih luas. Ketika itu, beliau sudah menghafal al Quran dan sudah mampu menguasai ilmu bahasa arab dengan baik. Semasa di madrasah, beliau menerima asuhan dari guru-guru yang mursyid. Beliau sangat mengkagumi Syeikh Raghib al Tabhakh, seorang ulama hadis di Bandar Halb. Beliau sangat cemerlang dalam pelajaran dan sentiasa menjadi tumpuan rujukan rakan-rakan di madrasah, beliau juga seorang yang aktif dalam persatuan dengan berkebolehan berpidato dan mengetuai skuad penerbitan yang bertanggungjawab menerbitkan sebaran ilmiah kepada masyarakat sekitar.
Beliau dikenali sebagai seorang yang sangat berani pada kebenaran serta mempunyai kemahiran dalam pergaulan dan dakwah. Semasa usia remaja beliau sudah terkesan dengan bacaan tulisan ulama-ulama sanjungan di waktu itu seperti Dr. Syeikh Mustafa al Sibaei.
Pada tahun 1949 beliau memperolehi sijil menengah agama yang melayakkan beliau melanjutkan pelajaran di salah sebuah pusat pengajian di Mesir dalam bidang Syariah Islamiah.
Dr. Abdullah Nasih Ulwan memasuki Universiti al Azhar pada tahun berikutnya dan memperolehi ijazah pertama dalam Fakulti Usuluddin pada tahun 1952, seterusnya beliau memperolehi takhassus pendidikan dan tarbiah pada tahun 1954. Semasa berada di Mesir beliau banyak menghadiri Majlis perbincangan ulama-ulama dan mendekati gerakan Islam.
Dr. Abdullah Nasih Ulwan memperolehi Ijazah Kedortoran dari Universiti al Sand Pakistan pada tahun 1982 dengan tesis yang bertajuk “feqh Dakwah wa al Daeiah”.
Perkhidmatan
Dr. Abdullah Nasih Ulwan memulakan khidmat sepenuh masa sebagai pendakwah setelah pulang dari al Azhar. Beliau telah dilantik sebagai guru sebuah Kolej di Bandar Halb. Beliaulah orang yang pertama memperkenalkan mata pelajaran Tarbiah Islamiah sebagai matapelajaran asas dalam sukatan pembelajaran di Kolej berkenaan. Seterusnya matapelajaran Tarbiah Islamiah ini menjadi matapelajaran teras yang wajib diambil oleh penuntut-penuntut menengah di seluruh Syria. Beliau telah meletakkan matlamat perguruan sebagai senjata tarbiah yang sangat berkesan dalam mendidik generasi negara akan datang. Prinsip yang digunapakai ialah guru sebagai ibubapa kepada pelajar, mendidik mereka seperti mendidik anak-anak sendiri. Beliau telah meletakkan matlamat yang sangat tinggi dalam pendidikan, iaitu membawa dan membimbing pelajar ke arah mencintai Islam dan beramal dengannya serta sanggup melakukan apa sahaja untuk memenangkan Islam.
Semasa menjadi guru di kolej berkenaan, Dr. Abdullah Nasih Ulwan telah menerima pelbagai jemputan menyampaikan kuliah dan syarahan di merata tempat, di samping menjadi pensyarah jemputan di beberapa buah Universiti di Syria. Tidak pernah mengenal penat dan letih untuk menyebarkan risalah Allah. Sepenuh masanya diberikan untuk dakwah Islamiah. Masjid-masjid di Daerah Halb sentiasa melimpah dengan orang ramai yang datang untuk mendengar kuliahnya, di mana sahaja beliau pergi menyampaikan ceramah dan kuliah pasti dibanjiri ribuan manusia. Masyarakat yang dahagakan ilmu pengetahun dan tarbiah Islamiah akan menjadikan beliau sebagai tempat rujukan.
Dr. Abdullah Nasih Ulwan turut berjuang menghapuskan fahaman jahiliyyah dalam pemikiran masyarakat dengan suluhan cahaya hidayah rabbani. Beliau telah menggunakan Masjid Umar bin Abd Aziz sebagai markaz tarbiah generasi pemuda di Syria. Kuliah yang disampaikan di masjid ini ialah Feqh, Tafsir dan Sirah. Di samping memberi kuliah pengajian, Dr. Abdullah Nasih Ulwan telah mendidik pemuda-pemuda dengan kemahiran pidato dan penulisan serta kemahiran uslub berdakwah.
Hasil daripada tarbiah ini, lahirlah ratusan generasi muda yang berakhlak mulia dan menjadi agen penggerak dakwah Islamiah di Syria.
Walaupun sibuk dengan tugas menyampaikan risalah Islam di merata tempat, Dr. Abdullah Nasih Ulwan juga sangat dikenali di kalangan masyarakat tempatan sebagai seorang yang berbudi luhur. Menjalinkan hubungan baik sesama anggota masyarakat dan sentiasa menjalankan khidmat masyarakat apabila diperlukan. Beliau juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ulama-ulama Syria serta menganggotai Majlis Ulama Syria. Beliau sangat dihormati di kalangan mereka.
Sesiapa sahaja yang menelusuri denai dakwah Islamiah pasti akan diuji oleh Allah, ujian untuk membuktikan kebenaran dakwah yang di bawa serta menambahkan keyakinan dan pergantungan yang utuh hanya kepada Allah. Allahlah yang berhak memberi nusrah kepada sesiapa yang dikehendaki. Dr. Abdullah Nasih Ulwan juga menerima ujian ini, sehingga memaksa beliau meninggalkan Syria pada tahun 1979 menuju ke Jordan.
Semasa di Jordan beliau terus menjalankan peranan sebagai daei. Menyampaikan kuliah dan syarahan di merata tempat. Menerima undangan di masjid-masjid, perayaan hari kebesaran Islam dan ceramah umum.
Beliau meninggalkan Jordan pada tahun 1980 setelah mendapat tawaran sebagai pensyarah di Fakulti Pengajian Islam Universiti Malik Abd Aziz, Jeddah, Saudi. Beliau menjadi pensyarah di Universiti berkenaan sehinggalah beliau bertemu dengan Allah (wafat).
Akhlak dan Peribadi
Dr. Abdullah Nasih Ulwan disenangi oleh semua pihak kecuali mereka yang memusuhi Islam. Beliau menjalinkan hubungan yang baik dengan sesiapa sahaja.
Beliau adalah seorang yang sangat berani menyatakan kebenaran, tidak takut atau gentar kepada sesiapa pun dalam menyatakan kebenaran sekalipun kepada pemerintah. Beliau telah meletakkan amanah dalam dakwah adalah amalan yang wajib kepada umat Islam. Semasa di Syria, beliau telah menegur beberapa sistem yang diamalkan oleh pemerintah di waktu itu dan sentiasa menyeru supaya kembali kepada sistem islam, kerana Islam adalah penyelamat. Keadilan Islam adalah rahmat kepada ummah.
Keluhuran pekerti kesan didikan Islam yang meresap dalam jiwa beliau telah meletakkan beliau sangat disanjungi oleh ulama dan masyarakat. Rumahnya sentiasa dikunjungi oleh orang ramai. Sahabat karib beliau, Dr. Muhammad Walid menyatakan, Dr. Abdullah Nasih Ulwan adalah seorang yang sangat peramah, murah untuk memberi senyuman kepada sesiapa sahaja, pertuturannya sangat mudah difahami, percakannya sentiasa disulami nasihat dan peringatan, beliau juga seorang yang tegas dengan prinsip asas Islam.
Dr. Abdullah Nasih Ulwan juga seorang yang sangat benci kepada perpecahan dan munculnya berbilang-bilang jamaah dalam negara Islam. Menyeru kepada perpaduan dan kesatuan atas nama Islam untuk membina kekuatan umat Islam yang semakin pudar. Beliau berpendapat bahawa pepecahan umat Islam perlu dimuhasabah semula oleh setiap lapisan umat Islam. Apabila berbincang mengenai perpaduan dan kesatuan umat Islam, airmatanya pasti tumpah menandakan beliau adalah seorang yang sangat cintakan kesatuan umat Islam.
Dalam persahabatan, beliau menjalinkan hubungan dengan sesiapa sahaja serta sentiasa menziarahi teman-teman. Bertanyakan khabar serta mementingkan ikatan ukhuwwah Islamiah yang terjalin. Menghulurkan bantuan dan pertolongan sekalipun terpaksa bersusah payah untuknya.
Penulisan
Dr. Abdullah Nasih Ulwan sangat gemar kepada penulisan, kertas dan pena sentiasa bersama walau di mana beliau berada. Walaupun sibuk dengan kuliah, nadwah dan syarahan, beliau tetap memperuntukan masa untuk penulisan. Beliau telah menghasilkan hampir lima puluh buah kitab yang membincangkan pelbagai tajuk.
Di antara kitab karangan beliau yang masyhur ialah :
1. Pendidikan anak-anak di dalam Islam (2 jilid).
2. Hukum zakat menurut empat mazhab.
3. Madrasah Duat.
4. Takaful Ijtimaei dalam Islam.
5. Insurans Menurut pandangan Islam.
6. Pemuda Islam dalam menghadapi serangan musuh.
7. Menolak keraguan yang didatangkan musuh.
Beliau juga banyak menulis kitab mengenai tarbiah Islamiah, kitabnya yang berkaiatan dengan tarbiah Islamiah sangat menyentuh jiwa pembaca. Ini kerana tulisan yang terbit dari hati, insyaallah akan jatuh ke hati. Di antaranya ialah :
1. Kepada Pewaris anbiya.
2. Thaqafah Daeiah.
3. Ruhaniah Daeiah.
4. Kisah Hidayah (2 jilid)
5. Sifat Jiwa dan diri Daei.
Menerima rawatan
Setelah pulang dari menghadiri Nadwah di Pakistan, beliau telah mengadu sakit di bahagian dada kepada salah seorang doktor perubatan di Universiti Malik Abdul Aziz. Doktor telah mengesahkan beliau mengalami penyakit di bahagian hati dan paru-paru. Beliau dimasukkan ke Hospital untuk mendapat rawatan pakar. Beliau mendapat rawatan dalam masa yang agak lama di hospital ini. Beliau meminta izin untuk keluar dari hospital bagi menunaikan temu janji yang terpaksa dibatalkan semasa berada di hospital. Walaupun dalam keadaan sakit, tugas menyampaikan risalah Islam tetap diteruskan dengan bertenaga. Kesakitan pada paru-paru dan hati tidak menghalang beliau dari terus aktif menyampaikan kuliah di Universiti dan majlis-majlis nadwah dan seminar. Melupai kesakitan yang dialami demi islam tercinta.
Beliau dimasukkan kali kedua ke hospital yang sama setelah kesakitan yang dialaminya semakin kronik. Semasa dirawat di hospital beliau banyak menulis bahan ilmiah sebagai ganti memberi kuliah di luar di samping minat membaca kitab-kitab tetap diteruskan.
Pakar-pakar perubatan dan sahabat handai menasihati beliau supaya berhenti membaca dan menulis kerana ianya akan menjejaskan rawatan dan menambahkan kesakitan yang dialami, tetapi Dr. Abdullah Nasih Ulwan hanya tersenyum dan berterima kasih atas keprihatinan mereka serta menyatakan, selagi tangan, mata dan nadinya masih berdenyut selagi itulah sumbangan kepada dakwah Islamiah wajib diteruskan. Selagi tangannya mampu memegang pena selagi itulah beliau akan terus menulis. Sehinggalah pada keadaan beliau tidak dapat bangun, beliau meletakkan bantal di atas perut untuk menulis dan membaca. Keadaan ini berterusan sehinggalah beliau bertemu Allah.
Wafat
Dr. Abdullah Nasih Ulwan meninggal dunia pada hari Sabtu jam 9.30 pagi 5hb Muharram 1408 Hijrah bersamaan 29hb Ogos 1987 Masihi di Hospital Universiti Malik Abdul Aziz Jeddah, Saudi dalam usia 59 tahun. Jenazahnya di bawa ke Masjidil Haram untuk disembahyang dan dikebumikan di Makkah. Solat jenazahnya dihadiri oleh ulama-ulama di seluruh pelusuk dunia. Pemergiannya diiringi oleh umat Islam seluruh dunia. Dunia kehilangan ulama murabbi yang benar-benar ikhlas dalam perjuangan menegakkan Islam. Beliau telah menyerahkan jiwa raga untuk Islam dengan pengorbanan dan jihad yang sangat besar.
Walaupun beliau sudah pergi menemui Allah tetapi dakwahnya tetap berterusan melalui buku dan kitab yang dihasilkan. Semoga Allah mencucuri rahmat ke atas rohnya, mengampunkan segala kesalahan yang dilakukan dan memberikan kekuatan kepada generasi yang memikul amanah dakwah Islamiah selepasnya. Amin.