Saturday, 20 January 2024

Kisah nabi Musa bertemu nabi Khidir


 Kisah ini bermula saat Nabi Musa AS ditanya oleh kaum Bani Israil tentang manusia yang paling alim di muka bumi. Dijawab oleh Nabi Musa, “Tidak ada lagi yang paling alim di muka bumi selain aku.” Akibat jawaban itu, Nabi Musa ditegur Allah.

Tak hanya itu, Allah juga menurunkan wahyu kepadanya, “Sesungguhnya, aku memiliki seorang hamba di pertemuan dua laut yang lebih alim darimu.”


Nabi Musa menjadi bingung, “Wahai Tuhanku, bagaimana aku boleh bertemu dengannya?”


Allah menjelaskan, “Bawalah olehmu seekor ikan. Lalu simpan dalam bekas. Di mana ikan itu menghilang, di sanalah hamba itu berada.”

Hamba dimaksud tak lain adalah Nabi Khidir alaihis salam 

Singkatnya kisah, Nabi Musa mengambil seekor ikan lalu memasukkannya ke dalam bekas. Setelah itu, dirinya berangkat ditemani seorang pemuda muridnya yang bernama Yusya‘ ibn Nun.


Tibalah keduanya di sebuah batu besar. Tetapi bermaksud untuk merebahkan kepala sejenak, keduanya justru tertidur. Sementara ikan yang ada dalam bekas mulai meronta, hingga akhirnya keluar dan terjatuh ke laut.


Kejadian ini pun diceritakan dalam Al-Quran dalam Surat Al-Kahfi, “Lalu ikan itu melompat dan mengambil jalannya ke laut.”


Ketika Nabi Musa terbangun, kawannya lupa mengkhabarkan kepadanya tentang keberadaan ikan. Keduanya justru melanjutkan perjalanannya selama sehari semalam. Keesokan harinya, Musa baru berkata kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih kerana perjalanan kita ini.”

Semula memang Nabi Musa seperti yang tidak mendapati rasa letih, hingga tibalah di tempat yang diperintahkan Allah dan bertanya demikian. Muridnya lantas menjawab, “Tahukah engkau tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (bercerita tentang) ikan itu dan tidak ada yang melupakanku kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang sangat aneh.”

Benar sekali, ikan itu mengambil jalannya di laut, sehingga Musa dan muridnya pun hairan. Musa kembali berkata, “Itulah (tempat) yang kita cari.” Akhirnya, keduanya pun kembali. Mengikuti jejak mereka semula


Keduanya menyusuri jejak mereka semula, hingga sampai lagi di tempat tadi. Tiba-tiba ada seorang lelaki yang berselimutkan sebuah kain. Musa pun mengucap salam dan dijawab oleh lelaki berselimut yang belakangan dikenali sebagai Khidir itu, “Bagaimana salam di tempatmu?” 

Musa lalu memperkenalkan diri, “Aku adalah Musa.” Ditanya oleh Khidir, “Apakah Musa kaum Bani Israil?” Musa menjawab, “Benar. Aku menemuimu agar engkau mengajarkan aku sebuah ilmu.”

Kemudian, Musa meminta izin untuk mendampingi dan mengikuti Khidir. Namun, keinginannnya itu diragukan oleh hamba saleh itu, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku, wahai Musa, sebab aku memiliki sebuah ilmu Allah yang telah diajarkan kepadaku, namun tidak engkau ketahui. Begitu juga engkau memiliki ilmu Allah yang telah diajarkan-Nya kepadamu, tetapi tidak aku ketahui.”

Musa pun berusaha meyakinkan Khidir, “Insya Allah engkau akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.”

Secara tidak langsung, Khidir menjanjikan kepada Musa bahwa kemampuannya untuk bersabar ditentukan oleh perkenan dan kehendak Allah. Tak lupa, sang hamba memberi syaratn kepada Musa agar tidak bertanya apa-apa kepadanya sampai dirinya menjelaskan semua alasan di balik apa yang dilakukannya.

“Jika engkau mengikutiku, janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.”

Berjalanlah Nabi Musa dan Nabi Khidir menyusuri pinggiran pantai. Saat ingin menyeberangi pantai yang lain, keduanya mendapati kapal kecil yang tengah mengangkut para penumpang. Untungnya, para awak kapal telah mengenali Khidir. Singkatnya, mereka pun membawa Khidir dan Musa menuju pantai yang dituju tanpa diminta imbalan apa pun. 

Di saat demikian, keduanya melihat seekor burung yang hinggap di pinggir kapal. Lalu sang burung meminum sedikit air laut dengan paruhnya. Khidir berbisik kepada Musa, “Demi Allah, tidaklah ilmuku dan ilmumu di sisi Allah kecuali seperti air laut yang diambil burung itu dengan paruhnya.” 

Saat keduanya berada di dalam kapal, Nabi Musa merasa heran luar biasa karena melihat Khidir melubangi kapal tersebut dengan melepas salah satu papannya. Musa pun lupa dan ingkar akan janjinya. Dalam pikirnya, setiap kerusakan di muka bumi adalah kejahatan. Dan kejahatan lebih berat lagi karena dilakukan kepada orang-orang yang telah berbuat baik kepada dirinya. 

Nabi Musa lantas menanyakannya, “Mengapa engkau melubangi perahu itu yang akibatnya akan menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya engkau telah berbuat satu kesalahan besar.” 

Di sana Khidir mengingatkan Nabi Musa akan janjinya, “Bukankah aku telah berkata, ‘Sesungguhnya engkau sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.’"

Pertanyaan Nabi Musa yang pertama dilakukannya karena lupa, sebagaimana yang disampaikan dalam Rasulullah saw.

Keduanya pun melanjutkan perjalanan. Namun, Nabi Musa kembali melihat keanehan yang dilakukan Khidir saat mengambil seorang anak kecil yang sedang  aktif bermain, kemudian menidurkannya. Anak itu lalu disembelih dan kepalanya dipisahkan dari tubuhnya.

Melihat hal itu, lagi-lagi Musa tak mampu bersabar. Ia kembali mengingkari janjinya. Padahal, dirinya tahu akan janji yang telah disampaikannya, “Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya engkau telah melakukan suatu yang mungkar.”

Khidir pun melontarkan teguran yang sama kepada Musa, “Bukankah aku telah berkata, “Sesungguhnya engkau sekali-kali tidak akan mampu sabar bersamaku."

Di sini Musa pun menyedari jika dirinya tidak akan mampu lama-lama menemani Khidir, sang hamba yang saleh itu. Ia tak kuasa melihat setiap kejadian yang dialaminya, sementara dirinya terdiam. Keadaan itu kembali kepada dua hal.

Pertama, kembali kepada tabiat Musa. Sebagai sosok yang berjiwa pemimpin, Musa mungkin sudah terbiasa kritis atas setiap apa yang telah dilihatnya. Di saat yang sama, ia tidak terbiasa berdiam diri ketika melihat perkara yang tidak disukainya. 

Kedua, syariat Musa tidak membenarkan pembunuhan terhadap seorang anak, kemudian membiarkan pembunuhnya, bagaimana pun keadaan pelakunya.

Ertinya, dalam hal ini, Nabi Musa mengakui kesalahan yang dilakukannya terhadap Khidir. Karenanya, ia kembali meminta kesempatan yang ketiga dan berjanji, jika kembali bertanya sesuatu, dirinya berhak untuk berpisah dan ditinggalkan Khidir.

Mereka pun melanjutkan perjalanan sampai di suatu kampung yang penduduknya kikir. Mereka berdua mencari orang-orang yang berkenan menjamu. Namun, tidak mendapatinya seorang pun. Meski demikian, Khidir tetap memperbaiki sebuah dinding rumah di kampung tersebut yang nyaris roboh.

Lagi-lagi merupakan perkara aneh. Mereka diketahui sebagai kaum yang kikir, namun Khidir mau memperbaiki dinding rumah mereka tanpa mendapat imbalan apa pun.

Di sinilah Musa sudah memilih untuk berpisah dengan Khidir. Hal itu ditunjukkan dalam pertanyaannya tentang alasan mengapa Khidir mau memperbaiki rumah para penduduk kampung itu tanpa imbalan sedikit pun. Padahal, dari mereka tidak ada yang mau menyambut dan menjamu.

Seandainya, Musa bersabar dalam mendampingi Khidir, tentu Nabi Musa akan mendapatkan banyak keajaiban dan rahasia yang dialaminya. Sayangnya, Nabi Musa memilih berpisah setelah Nabi Khidir menjelaskan rahasia di balik semua yang dilakukannya. 

“Adapun perahu itu adalah milik orang-orang miskin yang bekerja di laut. Maka, aku bermaksud membuatnya cacat karena di hadapan mereka ada seorang raja (zalim) yang merampas setiap perahu (yang terlihat masih bagus),” jelas Nabi Khidir pada Musa.

“Adapun anak (yang aku bunuh) itu, kedua orang tuanya mukmin dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya untuk durhaka dan berbuat kufur.”

“Maka, kami menghendaki bahwa Tuhan mereka menggantinya (dengan seorang anak lain) yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).”

“Adapun dinding (rumah) itu adalah milik dua anak yatim di kota tersebut dan di bawahnya tersimpan harta milik mereka berdua, sedangkan ayah mereka orang saleh. Maka, Tuhanmu menghendaki agar keduanya mencapai usia dewasa dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Aku tidak melakukannya berdasarkan kemauanku (sendiri). Itulah makna sesuatu yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya,” terang Khidir.

Pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir ini pun diabadikan Al-Qur'an dalam Surat al-Kahfi mulai ayat 61 sampai ayat 82.  

Hikmah Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir

Dari kisah di atas ada sejumlah pelajaran yang dapat dipetik:

Kita sangat dianjurkan untuk berdiskusi atau berdialog dalam urusan ilmu.

Seorang alim diwajibkan menyebarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain.

Perjalanan menuntut ilmu merupakan perjalanan istimewa. Nabi Musa sendiri menempuh perjalanan yang cukup melelahkan demi menemui seorang yang lebih alim dari dirinya. 

Kedudukan dan keutamaan dirinya tidak sampai menghalangi Musa untuk menemui dan mengikuti orang yang diharapkannya memberikan ilmu.

Kita disyariatkan untuk melayani dan mengabdi kepada ahli ilmu dan pemilik keutamaan. Yusya ibn Nun, misalnya. Ia mengabdi kepada Musa. Begitu pula Anas ibn Mālik juga melayani Rasulullah saw.

Seorang hamba diperkenankan bercerita rasa lelah,  kesulitan yang dialami, atau keadaan penyakit, dengan catatan tidak membenci atau menyalahkan takdir yang telah ditetapkan untuk dirinya.

Khidir tidak mengetahui perkara ghaib kecuali yang telah diberitahukan Allah kepadanya. 

Kisah di atas meyakinkan kepada kita bahwa Allah maha kuasa untuk menghidupkan sesuatu yang sudah mati, seperti menghidupkan ikan yang dibawa Nabi Musa.  

Melalui hadits itu, kita diajarkan untuk tetap bersikap lemah lembut kepada pengikut atau pelayan kita. Contohnya sikap Nabi Musa terhadap muridnya yang lupa mengkhabarkan akan hilangnya ikan.  

Nabi Khidir telah melubangi kapal dan membunuh seorang anak. Namun kemudian dikabarkan bahwa apa yang dilakukannya semata-mata perintah dan kehendak Allah sebagai bentuk kasih sayang-Nya.

Seorang yang bermaksud mengerjakan sesuatu di masa yang akan datang, disunnahkan mengucap “insya Allah,” yang artinya ‘jika Allah menghendaki.’

Di antara etika seorang murid atau santri di hadapan gurunya adalah menunjukkan sikap sabar dan menaati setiap perintahnya.

Hadits di atas menunjukkan betapa kecilnya ilmu manusia di hadapan Allah. Di dalamnya disebutkan bahwa Khidir berkata kepada Musa, “Tidaklah ilmuku dan ilmumu di sisi Allah kecuali seperti air laut yang diminum oleh burung itu dengan paruhnya.”

Hikmah Allah yang ditetapkan bagi para hamba-Nya ternyata tidak terlihat. Baru kemudian, hikmah yang semula dianggap buruk  dan ujian oleh seseorang itu menjadi kenikmatan dan kebaikan.

Allah mempersiapkan anak yang saleh dengan kesalehan orang tuanya. Dalam kisah di atas, dikatakan bahwa Khidir memperbaiki dinding yang nyaris roboh. Tujuannya untuk melindungi gudang harta yang ditinggalkan kedua orang tua untuk anak-anaknya.

Kita juga harus selalu menisbahkan kebaikan kepada Allah. Di saat yang sama, kita juga tidak diperkenankan menisbahkan keburukan pada-Nya.

Kita diperbolehkan melakukan sesuatu yang bahayanya lebih ringan demi menghindari bahaya yang lebih berat.

Kita tidak dilarang untuk merusak sebagian harta demi menyelamatkan harta yang lebih banyak.

Saat bepergian, kita disyariatkan untuk membawa perbekalan. Setelah menempuh perjalanan panjang, Musa meminta muridnya untuk mengambil makanan yang dibekalnya.

Seseorang harus berhati-hati mengingkari pendapat para ahli ilmu dan orang-orang saleh. Berusahalah untuk mencari dasar pandangan dan alasan mereka mengapa bertentangan dengan dugaan orang kebanyakan.

Kisah pemilikan tanah di Gaza oleh Yahudi...

 

Sewaktu tim misi CGM menziarahi beberapa buah keluarga di kem pelarian Palestin, tim misi CGM telah bertemu dengan beberapa keluarga di sana.

Team misi ini ditunjukkan sijil pemilikan tanah yang dimiliki oleh penduduk Palestin di wilayah Tabariya. Sijil itu bertarikh pada tahun 1928.

Bayangkan, lebih 96 tahun keluarga ini simpan geran tanah ini dan sehingga ke hari ini masih berharap untuk kembali pulang ke tanah air Palestin 😢

#BantuSebelumBeku

Friday, 19 January 2024

Gambar dron: Sebab dan Faedah Penggunaan Dron

sumber: https://www.kosmo.com.my/2021/11/10/rakam-gambar-lebih-kualiti-guna-dron-terkini/#google_vignette
 

Dron adalah sebuah pesawat tanpa pemandu (UAV) atau turut dikenali sebagai robot terbang.

Pesawat berkenaan boleh dikawal sama ada menggunakan alat kawalan atau boleh terbang menggunakan perisian kawalan kapal terbang yang dipasang di dalamnya.

Pada masa lalu, dron kebiasaannya digunakan bagi tujuan ketenteraan, di mana ia digunakan untuk latihan tembakan anti pesawat, risikan dan juga sebagai senjata.

Memandangkan kemajuan teknologi dalam era baharu ini, adalah lebih inventif dalam mencari penyelesaian yang mungkin meningkatkan kehidupan harian dan pekerjaan. Drone merupakan salah satu teknologi terkini yang telah dibangunkan. Banyak industri di Malaysia mendapat keuntungan besar daripada peningkatan penggunaan dron. Sektor infrastruktur dan pembinaan adalah antara yang menggunakan teknologi dron. Drone bukanlah teknologi baharu dalam perniagaan pembinaan; ia digunakan secara meluas kerana keupayaan mereka untuk mengurangkan kos yang berkaitan dengan masa, wang, dan penggunaan yang tidak wajar di samping meningkatkan kecekapan.

Ciri2 seorang yang layak bergelar Imam Mahadi


Melihat kepada keadaan di dunia di mana tanda2 akhir zaman semakin banyak yang telah berlaku, semakin gementar jiwa hamba2 Allah akan kehadiran hari kiamat. Justeru, semakin ramai pulak individu yang mengakui mereka lah Imam Mahadi. Jom kita perhatikan ciri2 seorang yang layak menjadi Imam Mahadi.

Di antara sifat Imam Mahdi AS adalah:

1. Namanya sama dengan nama Nabi Muhammad SAW

Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Mas'ud berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Tidak hancur dunia (kiamat) sehinggalah bangsa Arab akan dikuasai oleh seorang lelaki daripada kalangan ahli baitku (Nabi) yang namanya sama dengan namaku (Nabi)." (Riwayat Imam Tirmizi)

2. Imam Mahdi AS adalah keturunan Nabi SAW.

Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Al Mahdi daripada keturunanku daripada anak Fatimah AS." (Riwayat Abu Daud)

3. Dahinya luas dan hidungnya mancung.

Hadis daripada Abu Said al Khudri RA berkata, Rasulullah SAW telah bersabda: "Al Mahdi daripadaku.

Dahinya luas dan hidungnya mancung. Dia akan memenuhkan bumi dengan keadilan sebagaimana ia dahulunya dipenuhi dengan kezaliman dan dia akan menguasai selama tujuh tahun." (Riwayat Abu Daud)

4. Tempat kelahiran Imam Mahdi AS

Berkenaan dengan tempat kelahiran Imam Mahdi AS, terdapat perbezaan para alim ulama dalam menentukan tempat kelahirannya. Ada yang mengatakan bahawa beliau dilahirkan di Maghrib dan ada yang mengatakan dilahirkan di Andalus.

Tetapi pandangan yang tepat adalah di Madinah al Munawwarah seperti mana diriwayatkan oleh Saidina Ali bin Abi Talib RA dan al Imam Abu Nuaim al Asfahani di dalam kitabnya berjudul al Sa'ah li Asyrath al Sa'ah, ada menyebutkan beberapa ciri-ciri yang terdapat pada diri Imam Mahdi AS:

Pertama, di bahagian bahunya terdapat tanda yang sama pada bahu Nabi Muhammad SAW

Kedua, akan berkumpul bersama-sama dengan Nabi Isa AS.

Ketiga, Nabi Isa AS akan menunaikan sembahyang di belakang beliau.

Keempat, penduduk bumi akan merasa cukup ketika beliau memerintah dan akan kelihatan banyaknya keberkatan daripada tampuk pimpinannya.

Ada sebahagian ulama mengatakan bahawa ciri-ciri Imam Mahdi AS adalah kedua-dua matanya bercelak, wajahnya bercahaya seakan-akan beliau adalah bintang yang menyinar, warna kulitnya adalah warna orang Arab.

Umurnya empat puluh tahun dan dalam sebahagian riwayat tiga puluh hingga empat puluh dan akhlak beliau seperti akhlak Nabi Muhammad SAW.


Imam Ibn Katsir menyatakan pandangannya tentang keluarnya Imam Mahdi AS di dalam kitab al Fitan wal Malahim adalah ketika turunnya Nabi Allah Isa AS, berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Jabi Bin Abdullah, Rasulullah SAW bersabda: "Isa bin Maryam AS turun lalu berkata pemimpin mereka (al Mahdi): Marilah solat bersama kami. Lalu Nabi Isa AS berkata: Tidak, sesungguhnya sebahagian kalian menjadi pemimpin atas sebahagian yang lain. Kemuliaan Allah kepada umat ini." (Riwayat Muslim)


Dengan adanya tanda-tanda yang diceritakan oleh Nabi Muhammad SAW melalui sabdanya, kita mengetahui tentang Imam Mahdi AS yang sebenar dan boleh kita buat perbandingan terhadap golongan yang mendakwa dirinya sebagai Imam Mahdi AS.


Bahkan Mesyuarat Jawatankuasa Perundingan Hukum Syarak Wilayah Persekutuan Kali Ke-81 pada 19 April 2012 telah membincangkan dan memutuskan bahawa ciri-ciri ajaran sesat yang disenaraikan adalah merupakan amalan, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan akidah Ahli Sunnah Wal-Jamaah. Ia adalah sesat dan menyeleweng daripada akidah Islam yang sebenar serta haram dilakukan. Antaranya ialah mendakwa sebagai Imam Mahdi.

Thursday, 18 January 2024

Syair Abu Nawas yang Menyebabkan Imam Syafi'i Menangis

 



Penyair terkenal zaman Abbasiyah, Abu Nawas pernah bertemu Imam Syafi'i (150-204 H) di Kota Baghdad. Abu Nawas bernama asli Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami, lahir Tahun 145 Hijriyah di Kota Ahvaz Persia yang sekarang berada di Iran.


Warga Baghdad memberinya julukan "Abu Nawas" karena ia memiliki rambut yang ikal dan panjang. Ia dikenal sebagai penyair cerdas dan sering berpura-pura gila. Perkataan dan syairnya penuh dengan hikmah dan pelajaran.


Dikisahkan, Imam Syafi'i pernah menangis setelah membaca Syair Abu Nawas yang dikenal dengan nama Syair Al-I'tiraf. Menurut satu riwayat, ketika Abu Nawas meninggal dunia, Imam Syafi'i tidak mau mensholatkan jenazahnya. Namun, ketika jasad Abu Nawas hendak dimandikan, di kantong baju Abu Nawas ditemukan secarik kertas bertuliskan "Syair Al-I'tiraf" (pengakuan). Syair tersebut ditulis Abu Nawas menjelang akhir hayatnya..


Jom kita hayati "Syair Al-I'tiraf" beliau:

إِلٰهِي لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلَا

Ilaahii lastu lil firdausi ahlaa.

(Wahai Tuhanku! Aku bukanlah ahli surga)

وَلَا أَقْوَى عَلَى النَّارِ الجَحِيْم

Wa laa aqwaa 'alaa naaril jahiimi.

(Tapi aku tidak kuat dalam neraka Jahanam)

فهَبْ لِي تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوْبِي

Fahablii taubatan waghfir zunuubii.

(Maka berilah aku taubat dan ampunilah dosaku)

فَإِنَّكَ غَافِرُ الذَّنْبِ العَظِيْم

Fa innaka ghaafirudz dzambil 'azhiimi.

(Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dosa yang besar)

ذُنُوْبِي مِثْلُ أَعْدَادٍ الرِّمَالِ

Dzunuubii mitslu a’daadir rimaali.

(Dosaku bagaikan bilangan pasir)

Julaibib, sahabat Rasulullah yang sederhana



Julaibib merupakan seorang pemuda yang berasal dari kota Madinah. Sifat fizikalnya yang rendah dan tidak menarik menyebabkan beliau kurang dikenali di Madinah. Namun, Julaibib r.a. adalah sahabat-Nya baginda Rasulullah S.A.W yang amat disayangi oleh baginda S.A.W.

Kehidupannya

Disebabkan keadaan fizikalnya yang kurang menarik, masyarakat Madinah kurang senang dengan keberadaan beliau di kota tersebut.


Anas bin Malik menuturkan, “Ada seorang sahabat Rasulullah S.A.W yang bernama Julaibib dengan wajahnya yang kurang tampan. Rasulullah menawarkan pernikahan untuknya. Dia berkata, “Kalau begitu aku orang yang tidak laku?” Rasulullah S.A.W menjawab, “Engkau di sisi Allah orang yang laku.” (HR Ya’la)


Selepas peristiwa Hijrah, baginda Rasulullah S.A.W mengangkat martabat beliau dalam hadithnya yang bermaksud :

"Sesungguhnya Julaibib ini sebahagian daripada aku dan aku ini sebahagian daripada dia"

Malah, atas usaha baginda, Julaibib dinikahkan dengan seorang gadis Madinah yang baik dan solehah.

Pernikahan Julaibib r.a.

Rencana ini mungkin perlu diwikikan untuk memenuhi mutu piawaian Wikipedia.

Hingga suatu hari, seorang laki-laki dari Anshar datang menawarkan putrinya yang janda kepada Rasulullah S.A.W agar beliau menikahinya. Nabi S.A.W bersabda kepadanya, “Ya. Wahai fulan! Nikahkan aku dengan putrimu.” “Ya, dan sungguh itu suatu kenikmatan, wahai Rasulullah,” katanya riang.

Namun Nabi S.A.W bersabda kepadanya, “Sesungguhnya aku tidak menginginkannya untuk diriku…” “Lalu, untuk siapa?” tanyanya. Beliau menjawab, “Untuk Julaibib…” Ia terperanjat, “Julaibib, wahai Rasulullah?!! Biarkan aku meminta pendapat ibunya….”

Laki-laki itu pun pulang kepada istrinya seraya berkata, “Sesungguhnya Rasulullah S.A.W melamar putrimu.” Dia menjawab, “Ya, dan itu suatu kenikmatan…” “Menjadi istri Rasulullah!” tambahnya girang. Dia berkata lagi, “Sesungguhnya beliau tidak menginginkannya untuk diri beliau.” “Lalu, untuk siapa?” tanyanya. “Beliau menginginkannya untuk Julaibib,” jawabnya.

Dia berkata, “Aku siap memberikan leherku untuk Julaibib… ! Tidak. Demi Allah! Aku tidak akan menikahkan putriku dengan Julaibib. Padahal, kita telah menolak lamaran si fulan dan si fulan…” katanya lagi.

Sang bapak pun sedih karena hal itu, dan ketika hendak beranjak menuju Rasulullah S.A.W, tiba-tiba wanita itu berteriak memanggil ayahnya dari kamarnya, “Siapa yang melamarku kepada kalian?” “Rasulullah S.A.W,” jawab keduanya. Dia berkata, “Apakah kalian akan menolak perintah Rasulullah S.A.W?” “Bawa aku menuju Rasulullah S.A.W. Sungguh, beliau tidak akan menyia-nyiakanku,” lanjutnya. Sang bapak pun pergi menemui Nabi S.A.W, seraya berkata, “Wahai Rasulullah S.A.W, terserah Anda. Nikahkanlah dia dengan Julaibib.”

Nabi S.A.W pun menikahkannya dengan Julaibib, serta mendoakannya,

اَللّهُمَّ صُبَّ عَلَيْهِمَا الْخَيْرَ صَبًّا وَلَا تَجْعَلْ عَيْشَهُمَا كَدًّا كَدًّا

“Ya Allah! Limpahkan kepada keduanya kebaikan, dan jangan jadikan kehidupan mereka susah.”

Tidak selang beberapa hari pernikahannya, Nabi S.A.W keluar dalam peperangan, dan Julaibib ikut serta bersama beliau. Setelah peperangan usai, dan manusia mulai saling mencari satu sama lain. Nabi S.A.W bertanya kepada mereka, “Apakah kalian kehilangan seseorang?” Mereka menjawab, “Kami kehilangan fulan dan fulan…”


Kemudian beliau bertanya lagi, “Apakah kalian kehilangan seseorang?” Mereka menjawab, “Kami kehilangan si fulan dan si fulan…”


Kemudian beliau bertanya lagi, “Apakah kalian kehilangan seseorang?” Mereka menjawab, “Kami kehilangan fulan dan fulan…” Beliau bersabda, “Akan tetapi aku kehilangan Julaibib.”


Mereka pun mencari dan memeriksanya di antara orang-orang yang terbunuh. Tetapi mereka tidak menemukannya di arena pertempuran. Terakhir, mereka menemukannya di sebuah tempat yang tidak jauh, di sisi tujuh orang dari orang-orang musyrik. Dia telah membunuh mereka, kemudian mereka membunuhnya.

Nabi S.A.W berdiri memandangi mayatnya, lalu berkata,”Dia membunuh tujuh orang lalu mereka membunuhnya. Dia membunuh tujuh orang lalu mereka membunuhnya. Dia dari golonganku dan aku dari golongannya.” Lalu Rasulullah S.A.W mengangkatnya di atas kedua lengannya dan memerintahkan mereka agar menggali tanah untuk menguburnya.

Anas bertutur, “Kami pun menggali kubur, sementara Julaibib radhiallahu ‘anhu tidak memiliki alas kecuali kedua lengan Rasulullah S.A.W, hingga ia digalikan dan diletakkan di liang lahatnya.” Anas radhiallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah! Tidak ada di tengah-tengah orang Anshar yang lebih banyak berinfak daripada istrinya. Kemudian, para tokoh pun berlomba melamarnya setelah Julaibib…” Benarlah, “Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka itu adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (An-Nur: 52).


Wednesday, 17 January 2024

10 Sahabat Rasulullah yang dijanjikan syurga oleh Allah swt

1. Saiyyidina Abu Bakar As Siddiq r.a. 
Khalifah Pertama, Teman Setia Yang Banyak Berkorban

2. Saiyyidina Umar Al Khattab r.a.
Khalifah Kedua, Pintar Membezakan Antara Haq dan Batil
 

3. Saiyyidina Uthman bin Affan r.a.
Khalifah Ketiga, Keperibadian Yang Sampai Malaikat Berasa Malu


4. Saiyyidina Ali bin Abi Talib r.a.
Khalifah Keempat, Singa Allah Yang Dimuliakan Wajahnya Oleh Allah

5. Saiyyidina Talhah bin Ubaidillah r.a.
Shahid Yang Hidup

6. Saiyyidina Zubair bin Al Awwam r.a.
Perajurit Allah Pengiring Rasulullah

7. Abdul Rahman bin Auf r.a.
Orang Yang Berniaga Dengan Allah

8. Saiyyidina Saad bin Abi Waqas r.a.
Pelempar Panah Pertama Pada Jalan Allah

9. Saiyyidina Ubaidah Amir bin Al Jarrah r.a.
Orang Kepercayaan Ummat Ini

10. Saiyyidina Said bin Zaid r.a.
Seorang Kekasih Kepada Allah Pengasih




Jom kita hayati apakah kelebihan2 yang ada pada mereka:

1. Abu Bakar As Siddiq
Buku Biografi 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga oleh Sujai Fadil, Abu Bakar adalah sahabat Rasulullah SAW yang berakhlak mulia. Ia juga dikenal sebagai seorang yang berani, kaya akan idea, berpendirian kuat, memiliki sikap toleransi tinggi, sabar, memiliki keinginan kuat, faqih, tawakal dan yakin dengan segala janji Allah, menjauhi hal-hal yang tidak baik, serta selalu bersikap lembut dan ramah.

Abu Bakar digelar 'Atiq dan As Siddiq. Sebagian ulama berpendapat bahwa gelaran Atiq ini diberikan karena Abu Bakar memiliki paras yang tampan dan berwajah cerah. Sementara gelaran As Siddiq didapatkan karena ia membenarkan khabar dari Rasulullah dengan kepercayaan yang sangat tinggi.

Diriwayatkan dalam shahih Bukhari,
"Dari Anas bin Malik bahwa Nabi SAW menaiki gunung Uhud bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman. Gunung Uhud pun berguncang. Nabi lalu bersabda: 'Diamlah Uhud, di atasmu ada Nabi. As Siddiq (Abu Bakar) dan dua orang Syuhada (Umar dan Uthman)."

Keutamaan Abu Bakar As Siddiq

Merupakan manusia terbaik setelah Nabi Muhammad SAW dari golongan umat beliau.
Merupakan orang yang menemani Nabi Muhammad SAW di gua ketika dikejar kaum Quraisy.
Ketika kaum muslimin hendak berhijrah, beliau menyumbangkan seluruh hartanya.
Merupakan khalifah pertama.

2. Umar bin Khattab

Fazl Ahmad dalam bukunya yang berjudul Kisah Empat Khalifah menjelaskan, Umar bin Khattab berasal dari suku Quraisy, cabang Bani Adi yang senantiasa disegani dan dihormati orang-ramai.

Umar berusia 12 tahun lebih muda dari Nabi SAW. Sejak remaja, Umar terkenal dengan dua sifat utamanya yaitu berani dan rajin bekerja. Umar juga dikenal sebagai saudagar yang telah mengunjungi banyak negeri.

Keutamaan Umar bin Khattab:

Al-muhadditsun (diberi ilmu/kemampuan seperti nabi)
Merupakan khalifah yang sangat bijaksana, kreatif, dan genius.
Merupakan pemimpin teladan yang selalu mengutamakan musyawarah muafakat untuk mengambil keputusan.
Mendapatkan hidayah dari doa Rasulullah.

3. Uthman bin Affan

Uthman bin Affan berasal dari golongan Bani Umayah dan masuk Islam atas ajakan Abu Bakar. Ia dikenal sebagai pribadi yang lembut, dermawan, jujur, dan rendah hati di antara kaum muslimin.

Keutamaan Uthman bin Affan:

Termasuk As-Sabiqun al-Awwalun (golongan yang pertama masuk Islam).
Merupakan khalifah pertama yang melakukan perluasan Masjid al-Haram Mekkah dan Masjid Nabawi Madinah.
Orang yang dipilih menggantikan Umar bin Khattab.
Memberikan infaq yang besar untuk perjuangan Islam.

4. Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib merupakan sepupu dan menantu Nabi Muhammad SAW. Ali menikah dengan Fatimah Az-Zahra, putri Nabi SAW.

Ali bin Abi Thalib bukan hanya termasuk sahabat yang setia, ia juga memiliki sifat yang sangat pemurah, dermawan, sabar, adil dalam memimpin.

Keutamaan Ali bin Abi Thalib

Berdakwah bersama Rasulullah berkeliling ke Kabilah-kabilah Arab.
Mendampingi Rasulullah Saw saat hijrah dari Mekkah ke Madinah.
Merupakan Singa Allah yang dimuliakan
Merupakan orang yang paling zuhut terhadap dunia
5. Thalhah bin Ubaidillah
Thalhah bin Ubaidillah termasuk As Sabiqunal Al Awwalun atau orang-orang yang pertama masuk Islam. Ia merupakan pemuda Quraisy yang memiliki strategi berdagang, cerdik, pintar, dan dermawan.

Keutamaan Thalhah bin Ubaidillah

Merupakan orang yang mendapatkan hidayah melalui Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Melindungi Rasulullah dalam perang Uhud
Merupakan syahid yang hidup.
Mendapatkan sanjungan dari Rasulullah atas kebaikan hati dan sedekahnya.

6. Zubair bin Awwam
Zubair merupakan sepupu dan saudara ipar Rasulullah SAW. Zubair termasuk tujuh orang pertama yang masuk Islam. Usianya baru 15 tahun saat ia mengucap syahadat.

Zubair merupakan sosok yang dermawan, berani, dan perkasa. Suatu hari Zubair mendengar kabar bahwa Rasulullah SAW terbunuh, Zubair langsung menghunuskan pedangnya lalu berkeliling kota Makkah laksana tiupan angin untuk mencari sumber berita. Seandainya berita tersebut benar, maka Zubair bertekad menggunakan pedangnya untuk memenggal kepala orang-orang kafir. Namun di suatu tempat, Zubair bertemu dengan Rasulullah SAW.

Keutamaan Zubair bin Awwam

Tergolong golongan pertama yang masuk Islam.
Diakui Rasulullah sebagai hawari/pengikut setia.
Merupakan prajurit Allah.

7. Abdurrahman bin Auf
Abdurrahman bin Auf adalah sahabat Nabi yang paling kaya. Dengan kekayaan berlimpah, ia justru dikenal sebagai sosok yang dermawan. Ia memiliki watak yang dinamis tawadhu,dan cemerlang.

Beliau disebut sebagai sahabat Nabi SAW yang paling akhir masuk surga karena proses hisab hartanya yang berlimpah.

Keutamaan Abdurrahman bin Auf

Merupakan teladan yang cemerlang bagi sebagai seorang mukmin yang besar.
Merupakan pedagang yang sukses dan tidak pernah rugi.
Selalu mendampingi Rasulullah dalam memperjuangkan Islam.

8. Sa'ad bin Abi Waqqas
Sa'ad bin Abi Waqqas memiliki keutamaan yakni doanya selalu diterima. Nabi SAW pernah berdoa kepada Allah SWT agar doa Sa'ad selalu dikabulkan Allah SWT.

Sa'ad merupakan pribadi yang mahir memanah, berani, dan gigih.

Keutamaan Sa'ad bin Abi Waqqas:

Merupakan pelempar panah pertama di jalan Allah.
Merupakan orang ketiga dari tiga orang yang masuk Islam lebih dulu

9. Sa'id bin Zaid
Said bin Zaid. Ia adalah salah satu sahabat nabi yang berasal dari suku Quraisy. Beliau bernama lengkap Said bin Zaid bin Umar bin Nufail al-Adawy al-Quraisyi.

Said dilahirkan pada 22 tahun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Ia memeluk Islam bersama dengan Fathimah, istrinya.

Keutamaan Sa'id bin Zaid:

Merupakan sahabat yang setia dengan Rasulullah
Dikenal dengan doanya yang mustajab
Selalu menemani Nabi dalam berperang melawan musuh, kecuali perang badar.

10. Abu Ubaidillah bin Jarrah
Abu Ubaidillah bin Jarrah memiliki nama lengkap Amir bin Abdullah bin Jarrah. Ia terlahir dari suku Qurisy yang terhormat di Makkah.

Abu Ubaidillah memiliki sifat yang jujur, rendah hati, dan menyenangkan. Nabi SAW pernah meminta Abu Ubaidillah memimpin perang Khabat.

Keutamaan Abu Ubaidillah bin Jarrah:

Merupakan sahabat Nabi yang dapat dipercaya dari umat Islam
Merupakan sahabat nabi yang pernah ikut hijrah bersama Nabi SAW.
Dijuluki sebagai pemimpin para pemimpin (Amirul Umara).

Sunday, 14 January 2024

Hebat nya imam Syafi'e

 Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Usman bin Syafie bin As-Saib, juga dikenali sebagai Imam Syafii (ejaan lain: Imam Syafie) adalah ahli fiqah Islam yang terkemuka dalam sejarah Islam. Beliau adalah pengasas kepada mazhab Syafii, salah satu daripada mazhab Islam yang banyak diikuti oleh penganut agama Islam di India, Indonesia dan Malaysia.

Lahir pada Tahun 150 Hijrah bersamaan 767 Masihi

Wafat Pada 29 Rejab, tahun 204 Hijrah bersamaan 820 Masihi


Karya beliau ialah al-Risalah, al-umm, Ibtal al-Istihsan, Ijma'al-'Ilm, Ahkam al-Quran, Kitab al-Mabsuth


Imam Syafie dibesarkan di Hijaz, tanah asal Ahli Sunah Waljamaah. Pada awalnya, beliau berpegang kepada ajaran Imam Malik sebelum berhijrah ke Iraq dan di sana beliau didedahkan kepada pentaakulan logik Islam yang diamalkan oleh ahli fiqah Iraq. Setelah itu, Imam Syafii berhijrah ke Mesir di mana beliau memperkenalkan pemikiran, sistem pentaakulan dan ajaran beliau yang pada hari ini dikenali sebagai mazhab Syafie. Pengajian beliau dalam ilmu fiqah terbahagi kepada tiga peringkat. Peringkat permulaan ialah ketika beliau di Makkah dan Madinah, Hijjaz. Setelah dilatih untuk menjadi ahli fiqah yang mengutamakan Sunnah nabi, beliau dihantar ke Iraq. Di Iraqlah bermula peringkat kedua pengajian beliau, dengan mendapat pendidikan mengenai pentaakulan dalam menentukan syaria Islam. Peringkat terakhir adalah ketika beliau di Mesir dan pengasasan mazhab Syafii.


Imam Syafie dilahirkan di Gaza, daerah Esqalan, di Palestin. Selepas kemangkatan bapa beliau, keluarganya berhijrah ke Palestin bersama-sama dengan Bani Yaman, yang merupakan satu keturunan ibu beliau. Ketika berumur 10 tahun, beliau berhijrah sekali lagi ke Makkah. Imam Syafie mula mempelajari al-Quran ketika berumur tujuh tahun dan mula mempelajari dan mengingati kitab al-Muwatta' karangan Imam Malik pada umur 10 tahun. Ketika berumur 15 tahun, beliau diberi pengiiktirafan untuk mengajukan pendapat beliau di dalam bidang fiqah.


Bapa beliau berasal daripada bani Quraisy, dan nenek moyang Imam Syafii adalah al-Mutallib adalah bapa moyang kepada Nabi Muhammad. Bani Quriasy merupakan penyokong Nabi Muhammad S.A.W setelah Perang Badar. Sejarah keturunan beliau memberikan beliau martabat dan mungkin juga menjadi sumber inspirasi untuk beliau mempertahankan ajaran Sunah.


Membesar di kalangan puak Badwi, Imam Syafii kemudiannya kembali ke Makkah dan memulakan pengajian syaria beliau dengan Muslim bin Khalid al-Zanji, Mufti Mekah ketika itu, Sufian bin Uyaina, dan lain-lain lagi. Walaupun telah diiktiraf untuk menjadi hakim, beliau membuat keputusan untuk meneruskan pengajian dengan Imam Malik. Imam Syafii meinggalkan Mekah ke Madiah untuk bertemu dengan Imam Malik, dan umur beliau ketika itu ialah 22 tahun. Satu riwayat menyatakan beliau pergi menemui gabenor Madinah dengan berbekalkan surat pengenalan dari gabenor Makkah dan meminta dipertemukan dengan Imam Malik. Pada mulanya gabenor Madinah itu agak keberatan tetapi akhirnya dia menemani Imam Syafii pergi ke rumah Imam Malik. Imam Malik kagum dengan kepintaran Imam Syafii lalu Imam Malik membenarkan Imam Syafii mempelajari al-Muwatta' di bawah bimbingannya. Imam Syafii kekal tinggal di Madinah sehinggalah Imam Malik meninggal dunia.


Keilmuan Imam Shafii menarik perhatian gabenor Yaman yang sedang mengerjakan haji di Makkah. Ketika itu Imam Syafii berusia 30 tahun. Gabenor Yaman mempelawa Imam Syafii untuk menjadi qadhi di Yaman. Kerjaya Imam Syafii berjalan dengan baik. Bagaimana pun, perkhidmatan Imam Syafii ini berjangka hayat pendek. Terbukti Imam Syafii adalah seorang qadhi yang adil, tetapi beliau tidak lama kemudian tersangkut dalam pertelingkahan dan perselisihan tempatan yang bukan sahaja menyebabkan Imam Syafii bukan sahaja kehilangan jawatan malah diheret dengan rantai ke Iraq atas tuduhan menyokong Imam Zaydiyyah Yahya ibn Abdullah yang menjadi saingan kepada khalifah Abbasiyyah. Imam Syafii dibawa ke hadapan khalifah Harun al-Rashid di al-Raqqa, Iraq bersama-sama tawanan-tawanan lain pada tahun 187H/803M. Tawanan-tawanan lain dihukum bunuh tetapi Imam Syafii diampunkan setelah beliau berjaya membuktikan kesetiaannya kepada khalifah. Dikatakan bahawa faqih mazhab Hanafi yang terkenal, Muhammad ibn al-Hasan al-Shaybani yang hadir ketika itu juga membela Imam Syafii. Dikatakan khalifah Harun berasa sukacita dengan penghujahan Imam Syafii dan kemudiannya menjadi penaung beliau. Selepas insiden ini, Imam Syafii makin rapat dengan al-Shaybani dan makin giat menumpukan kepada pembelajaran fiqah dan tidak lagi terlibat dalam perkhidmatan kerajaan.


Pada tahun 188H/804M, Imam Syafii meninggalkan Iraq dan melalui Harran dan Syria lalu ke Makkah. Imam Syafii kembali ke Baghdad pada tahun 194H/810M. Pada tahun 198H/814M, Imam Syafii meninggalkan Iraq lalu menuju ke Mesir atas jemputan Abdullah ibn Musa. Pada tahun itu juga al-Ma'mun menjadi khalifah setelah menewaskan saudaranya al-Amin setahun yang lalu.


Di Mesir, Imam Syafii mempunyai hubungan yang baik dengan gabenor Mesir. Di Mesir, beliau mengabdikan diri pada pengajaran dan penulisan. Antara murid-muridnya di Mesir adalah al-Rabi' ibn Sulayman al-Muradi, Abu Ya'qub al-Buwayti dan Abu Ibrahim Ismail ibn Yahya al-Muzani. Mereka ini banyak mencatat kata-kata Imam Syafii. Di akhir hayat Imam Syafii, beliau terlibat dalam perdebatan dengan seorang pengikut mazhab Maliki di Mesir yang bernama Fityan. Fityan yang kalah dalam perdebatan dengan Imam Syafii berasa tidak puas hati lalu mencaci Imam Syafii. Gabenor yang menjadi penaung Imam Syafii mengarahkan Fityan diarak di jalan-jalan sambil memegang sekeping papan yang bertulis 'inilah hukuman kerana mencaci keturunan saudara terdekat Nabi'. Marah dengan hukuman itu, teman-teman Fityan menyerang Imam Syafii seusai beliau mengajar. Imam Syafii cedera parah lalu dibawa ke rumahnya di Fustat. Beberapa hari kemudian iaitu 30 Rejab 204H/820M, beliau meninggal dunia. Beliau dimakamkan di perkuburan Bani Abd al-Hakam berdekatan Gunung al-Muqattam. Pada tahun 608H/1212M, sultan Ayyubiyyah Mesir, al-Malik al-Kamil membina sebuah kubah di atas makam Imam Syafii yang masih wujud sehingga ke hari ini dan sentiasa dilawati pengunjung.


Sumber: Wikipedia